Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Maafkan Kami yang Bodoh, Terlalu Percaya pada Hoaks

7 Maret 2020   08:31 Diperbarui: 7 Maret 2020   11:43 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyak orang tidak sadar. Jadi korban hoaks itu lebih menyakitkan daripada korban santet. Iya, karena santet itu menyerang individu. Tapi hoaks menyerang generasi, menyerang bangsa seperti yang terjadi saat ini. Maka bisa dibayangkan, korban hoaks hari ini belum tentu bisa pulih di generasi berikutnya. Hoaks, bukan hanya mengerikan tapi menyakitkan sepanjang waktu.

Anehnya, hoaks itu disebarkan bukan hanya orang-orang bodoh. Tapi hoaks sudah jadi "makanan sehari-hari" orang-orang yang mengaku pintar. Berita atau informasi yang tidak jelas kebenarannya, tanpa diverifikasi lebih dulu, buru-buru mereka sebarkan. Alhasil, mereka sudah terbiasa hidup di dunia kebohongan. Kini sudah saatnya mengakui hoaks sudah jadi bagian hidup bangsa ini. Maka, maafkan kami yang bodoh, terlalu percaya pada hoaks.

Maafkan kami yang bodoh, terlalu percaya pada hoaks.

Karena kami yang ingin jadi yang pertama dalam menyebarluaskannya. Agar dapat pujian sekalipun kami meragukan kebenarannya. Biar dianggap yang paling duluan atau paling pintar. Hingga perlaku itu jadi kebiasaan hidup kami. Menyebarkan hoaks walau belum mengecek kebenarannya.

Kami makin terlihat bodoh. Karena terlalu percaya pada hoaks. Mudah tertipu berita bohong. Sekalipun kamu terdidik, tapi kami abaikan cek dan ricek. Sebut saja, kami sekolah tinggi tapi kami tidak mau menerapkan pengetahuan yang kami miliki. Maka jadilah kami bodoh karena terlalu percaya pada hoaks.

Apalagi di tengah laju pesat era digital. Kami makin bodoh karena kami makin kehilangan kepercayaan diri.

Segalanya diambil alih oleh teknologi, oleh dunia digital. Jadi, apalagi yang bisa kami lakukan selain membagikan berita bohong. Karena pekerjaan yang paling mudah dan bodoh buat kami adalah mengabarkan ulang berita bohong alias hoaks. Kami sulit mengakui untuk tidak percaya diri. Maka kami ikut nimbrung bersama hoaks. Sekalipun berita itu tidak jelas kebenarannya. Kami gagal percaya pada hati nurani atau akal sehat. Sehingga kami lebih percaya pada pandangan orang lain sekalipun itu bohong.

Maafkan kami yang bodoh karena terlalu percaya pada hoaks.

Karena kami tidak pernah sedikitpun memikirkan dampak bagi "korban hoaks". Tugas kami hanya menyebarluaskan melalui media sosial. Grup WA, FB, tweeter, atau Instagram. Lalu, tinggal diberi sedikit komentar "ini dari grup sebelah" atau "ini benar gak ya?". Perilaku itulah yang kian membuat kami terlihat bodoh. Berita yang tidak jelas sumbernya, kami telan sebagai kebenaran.

Kemarin-kemarin, soal virus corona pun kami ikut menyebarkan hoaks. Seperti: virus corona menular lewat pandangan, virus corona bisa dialami oleh pemilik ponsel Cina, virus corona menular lewat sup kelelawar, minum alkohol bisa membunuh virus corona. Termasuk gambar orang di swalayan belanja mie instan hingga bertumpuk-tumpuk. Ternyata itu semua hoaks alias berita bohong. Jadi, maafkan kami yang terlalu bodoh. Begitu percaya pada hoaks.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun