Konon katanya, pendidikan formal dirundung masalah karena kualitas guru atau ruang belajar yang tidak memadai. Sekalipun dananya sudah disiapkan pemerintah, mungkin masih belum cukup. Pendidikan makin direpotkan oleh kekerasan di sekolah masih marak, perundungan siswa sering terjadi, tawuran pelajar bahkan korupsi pun merasuki sekolah. Apa hendak dikata semua itu dianggap masalah?
Berbeda dengan pendidikan non formal. Seperti yang ada di Kaki Gunung Salak, pendidikan "tidak berijazah" terbukti gak ada masalah. Seperti di GErakan BERantas BUta aksaRA (GEBERBURA) Lentera Pustaka siang ini, muridnya cuma 2 gurunya 4 pun gak ada masalah.
 Murid sedikit alasannya hujan deras banget, jadi pada gak datang. Sementara gurunya, para relawan mahasiswa BEM Faperta IPB sudah datang jauh-jauh dari kampusnya. Itulah pendidikan di sini, berkat niat baik dan ketulusan, gak jadi masalah. Murid sedikit, guru lebih banyak tetap jalan.
GErakan BERantas BUta aksaRA (GEBERBURA) merupakan gerakan pemberantasan buta aksara yang digagas oleh Syarifudin Yunus, Pendiri dan Kepala Program TBM Lentera Pustaka di Kaki Gunung Salak.Â
Sebagai upaya untuk membebasakan kaum ibu-ibu di Desa Sukaluyu Kec. Tamansari Kab. Bogor dari buta aksara, tidak bias baca tidak bias tulis. Saat ini ada sekitar 10 ibu-ibu yang menjadi warga belajar.Â
Namun karena sifatnya non formal, maka segala kondisi dan siatuasi bias terjadi. Termasuk warga belajar yang sedikit. Maklum, ibu-ibu di GEBERBURA bias ikut belajar bila sudah kelar 1) urusan rumahnya, 2) usrusan anaknya, dan 3) mendapat izin suaminya.
Diksusi dan perdebatan pendidikan memang gampang dilakukan. Oleh banyak orang pintar sekalipun. Tapi satu hal, apapun bentuk pendidikan, semuanya harus dimulai dan berakhir dari hati. Bukan dari uang apalagi gengsi ... Salam Geberbura #GEBERBURA #TBMLenteraPustaka #BudayaLiterasi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H