Dosen dan kampus, harusnya menjadikan tradisi akademis sebagai prioritas daripada scopus yang telah menjajahnya. Dan lebih dari itu, ada persoalan besar yang lebih penting di perguruan tinggi daripada mengejar scopus. Bila kita tidak mau menjajah, kenapa kita bersedia dijajah?
Maka belum lama ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim pun menyepakati usulan melepaskan diri dari ketergantungan jurnal ilmiah yang harus terindeks internasional, seperti scopus. Sebagai realisasi dari prinsip "merdeka belajar". Â
Nadiem bertekad kuat untuk membebaskan para dosen di Indonesia dari penjajahan Scopus. Agar ada kesadaran dan ruang terbuka untuk "membesarkan" jurnal ilmiah di Indonesia sendiri. Tapi bila yang internasional mampu, tentu juga tidak masalah. (https://www.liputan6.com/news/read/4184120/nadiem-sepakat-merdeka-dalam-jurnal-ilmiah)
Scopus memang bisa dilihat secara pro-kontra. Bila perlu diperdebatkan. Tapi semuanya, terpulang kepada dosen dan kalangan kampus untuk menyikapinya. Idealnya, perguruan tinggi sebagai basis tradisi akademis pun tidak boleh terjajah oleh scopus. Proses belajar yang tidak terdistorsi oleh administrasi intelektual, ketimbang kesadaran intelektual itu sendiri. Dosen dan kampus hari ini, memang harus bergeser dari cara-carai tekstual (qauliyah) kea rah yang lebih kontekstual (kauniyah).
Karena siapapun, belajar hakikatnya adalah untuk memperbaiki diri ... #TGS #BudayaLiterasi #Scopus
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H