Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hai Bangsa Indonesia, Harap Tenang

13 Februari 2020   19:49 Diperbarui: 13 Februari 2020   19:48 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Virus corona mewabah, banyak yang takut. Pemulangan eks ISIS ditolak, banyak yang tidak mendukung. Omnibus Law bakal diberlakukan panik. Ehh, Lucinta Luna terlibat narkoba pun ramai. Ada banyak peristiwa bikin gaduh, bikin takut. Tapi ada satu hal yang sering dilupakan, yaitu sikap tenang.

Namanya manusia, pastinya punya rasa takut. Bahkan jadi gelisah, resah hingga berisik. Sangat manusiawi. Tapi di saat yang sama, jangan lupa pula untuk tenang. Harap tenang, seperti tulisan yang ada di pintu ruang ujian.

Harap tenang. Mohon tenang.

Jangan terlalu gaduh. Jangan semua hal dipusingkan. Karena tanpa ketenangan, tidak ada masalah yang bisa diselesaikan. Mana mungkin panik, bisa kelarin masalah. Apalagi dirasuki rasa benci, plus hujatan dan caci-maki. Harap tenang, semua sudah kehendak-Nya.

Di zaman now, jarang orang bisa tenang. Terlalu gelisah lagi emosional. Seolah masalah akan selalu melilit bangsanya. Seakan esok pagi matahari tidak terbit lagi. Tenanglah, harap tenang.

Tenang, bisa jadi barang langka hari ini. Susah banget untuk tenang. Terus-terusan membenci pemimpinnya. Mencari kelemahan lawannya tiada henti. Seperti sinetron berseri yang tidak ada habis-habisnya. Zaman now, sulit sekali untuk tenang. Segala rupa dikomenin, dicelotehin. Pangkatnya jenderal tapi sikapnya kopral. Akibat kurang tenang.

Susah tenang. Alias tidak bisa tenang.

Karena segala hal yang bukan urusannya dipedulikan. Pikirannya gemar mengambil-alih beban masalah yang bukan tanggung jawabnya. Makin susah tenang, karena ingin ikut campur urusan Tuhan. Maka sekali lagi, harap tenang.

Fakta zaman now, makin banyak orang yang tidak bisa tenang. Gerabak-gerubuk. Prasangkanya pun berlimpah. Penyakitnya akut, otomatis kambuh bila orang yang tidak disukainya berhasil. Di pikiran orang-orang yang tidak bisa tenang. Siapapun boleh sukses asal bukan musuhnya. Aneh. Harap tenang.

Pantas suasana tenang itu mahal. Karena makin susah jadi orang tenang. Tempat yang menenangkan pun kian langka. Tiap hari gaduh, apalagi di tempat yang tidak teduh. Tenang ya tenang. Pantas, banyak orang cari tenang terpaksa "pergi ke tempat jauh". Hijrah ke tempat sepi, lalu menyingkir sendiri. Agar lebih tenang.

Tidak usah takut. Tidak usah panik. Tenang saja. Teruslah kita mengejar kebaikan sekecil apapun. Walau mereka selalu menghindar. Biarlah kita terus menebar cinta walau mereka tetap menabur benci. Agar kian jelas, siapa yang tenang siapa yang tidak tenang?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun