Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cara Pandang Salah tentang Orang Lain

8 Februari 2020   07:33 Diperbarui: 8 Februari 2020   07:33 778
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Atas dalih tidak senang atau tidak suka, banyak orang menjadikan orang lain sebagai musuhnya. Konon katanya, cari musuh di negeri ini gampang. Asal tidak senang atau tidak suka, itu sudah cukup. Betulkah begitu?

Entah kenapa, zaman makin maju tapi ego makin lugu.

Di mata sebagian orang, musuhnya ada di diri orang lain. Mereka yang menganggap orang lain sebagai "biang" ketidak-bahagiaannya.  Sesuatu yang membahayakan dirinya pasti divonis akibat orang lain. Bila hari ini dia masih jomblo, dianggap "korban" dari orang lain. Bila bangsanya begini, dianggap pemimpinnya yang salah. Bila dia susah, yang disalahkan orang lain. Pokoknya, orang lain dianggap sebagai sumber petaka, biang kehancuran dirinya. Maka wajar, orang lain dianggap sebagai musuhnya.

Manusia memang tempatnya khilaf. Manusia sering salah.

Bahwa musuh itu bukan pada orang lain melainkan diri sendiri. Orang-orang yang tidak mau mengubah cara berpikir, orang yang salah dalam memandang orang lain. Orang-orang yang terlalu dekat dengan keluhan, pesimisme, dan kefrustrasian. Hidupnya dalam belenggu "ego pribadi" yang tidak jelas juntrungan.

Manusia sering lupa. Bahwa musuh terbesar adalah "kebodohan, kemiskinan, dan ketidakpedulian". Dan semua itu bersumber pada diri sendiri. Sama sekali orang lain tidak ikut andil atas apapun yang dialami diri sendiri. Maka musuh itu ada pada diri sendiri.

Sungguh, ancaman itu bukan pada orang lain. Melainkan ada pada diri sendiri. Justru musuh yang berasal dari dalam diri sendiri itu jauh lebih berbahaya dibanding yang berasal dari luar. Manusia lupa, bahwa dia tidak mampu mengontrol apa yang ada "di luar dirinya". Tapi dia hanya mampu mengendalikan apa yang ada pada "dirinya sendiri".

Manusia gagal. Itulah mereka yang berjuang sekuat tenaga untuk mengubah dunia, bahkan ngotot mengubah orang lain. Tapi dia gagal mengubah dirinya sendiri. Jadi, siapa sebenarnya musuhnya?

Sadar tidak sadar. Hari ini makin banyak orang yang berjuang keras untuk "mengalahkan" atau setidaknya "mempengaruhi" orang lain. Agar orang lain, mau bertindak dan berbuat seperti apa yang dipikirkannya. Sementara dia, tidak mau bertindak seperti yang orang lain harapkan. Demokrasi dan kebebasan "dipersempit" oleh pikirannya sendiri.

Sangat salah bila ada orang menganggap "menang" ketika mampu menyakiti orang lain. Sementara dia gagal "mengalahkan" diirinya sendiri.

Jadi, siapa sebenarnya musuh manusia?

Tidak ada yang lain, selain dirinya sendiri. Karena hakikatnya, manusia adalah musuh bagi apa yang dia tidak ketahui... #BudayaLiterasi #MusuhManusia

Dokpri
Dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun