Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jangan Ada Tetes Air Mata Anak Yatim di Kaki Gunung Salak

2 Februari 2020   08:51 Diperbarui: 2 Februari 2020   08:55 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak ada kenikmatan yang luar biasa. Selain tawa seorang anak bersama ayah ibunya di rumah. Anak-anak yang bukan hanya aman di pelukan kasih sayang orang tuanya. Tapi lebih dari itu, segala keperluan hidupnya terjamin. Karena ayah ibunya selalu hadir untuk mengasuh, mendidik, bahkan menaungi hati dan pikiran sang anak di rumah.

Suasana rumah yang hangat dan penuh canda tawa itu tentu tidak bisa dirasakan anak-anak yatim atau yatim piatu. Anak yatim yang tidak lagi pernah merasakan kecupan cinta sang ayah. Anak yatim piatu yang tidak lagi mendapat kehangatan dekapan ayah dan ibu. Hanya rasa yang sepi dan sedih sehari-hari. Terus menerus menggelayut di hati dan pikiran mereka. Anak-anak yatim dan yatim piatu, suka tidak suka, hari ini hanya berteman dengan tetesan air mata. Akibat terlalu cepatnya "pergi" sang ayah dan ibu sekalipun kecupan keduanya masih sangat diperlukan anak-anak yatim piatu di usianya yang sangat muda.

Anak-anak yatim dan piatu, hidup dalam kesepian. Jauh dari asuhan dan didikan ayah ibu. Apalagi jaminan pangan dan sandang yang memang harus diterimanya seperti anak-anak lainnya. Anak-anak yang kehilangan sosok ayah bahkan ibu. Anak-anak tanpa kehangatan pelukan ayah dan ibunya. Saat gerimis hujan sekalipun. Lagi-lagi di pagi ini, tetes air mata anak yatim piatu pun mengalir deras.

Sebut saja, Sindi anak yatim kelas 6 SD di Warung Loa Desa Sukaluyu Kec. Tamansari Kaki Gunung Salak Bogor. Adalah fakta, hari-harinya dihadapkan pada kegiatan belajar dan merapihkan rumah. Untuk membantu ibunya yang sibuk mencari nafkah sehari-hari. Jangan jajan ke warung terdekat. Bermain bersama anak-anak sebayanya agak jauh dari harapan. Bahwa Sindi anak yatim adalah fakta. Sambil menunggu "sikap" orang-orang di sekelilingnya. Apa dan mau apa kita terhadap anak-anak yatim yang ada di dekat kita?

Jangan ada tetes air mata anak yatim di dekat kita.

Itulah sikap kepedulian yang dibangun masyarakat mampu di zaman now. Sementara di luar sana, berapa orang "berkompetisi" mempertontonkan gaya hidup, perilaku konsumtif, bahkan cenderung hedonis. Masihkah ada sikap kepedulian yang lebih konkret selain menyebut anak-anak yatim "kasihan mereka"?

Masih pantaskah kita berteriak-teriak keadaan ekonomi sulit? Bila dibandingkan anak-anak yatim piatu yang tiap hari meneteskan air mata seusai sholat mereka? Anak-anak yang bukan hanya tidak tercukupi kebutuhan ekonominya. Tapi kebutuhan psikologis seperti kasih sayang dan kecupan cinta orang tua pun tidak lagi pernah mereka dapatkan?

Bahwa hari ini, anak-anak yatim piatu terkesan kotor, dekil, dan kumuh adalah fakta. Pendidikan mereka pun terancam putus sekolah, bila tidak ingin disebut bodoh. Perilakunya banyak yang menyebutnya nakal. Itu semua terjadi karena anak-anak yatim piatu "gagal" merawat diri sendiri. Mereka hanya berjuang untuk hidup, untuk tetap bisa sekolah. Dan tidak ada lagi orang dewasa yang menasehatinya sehari-hari. Kadang, mereka bukan hanya terlantar. Tapi juga tidak diperhatikan, sungguh memilukan.

Jangan ada tetes air mata anak yatim di dekat kita. Bahkan jangan ada lagi tangis di hati-hati kecil anak-anak yatim piatu.  Akibat anak-anak yatim selalu bertarung keras dalam hidup yang "terpaksa" mereka harus jalani. Percuma keluh kesah, percuma berdiam diri. Begitu kata batin mereka sepakat.

Maka tidak peduli seberapa besar kekayaan dan harta yang kamu kumpulkan. Semua itu tiada guna di mata anak-anak yatim piatu.
Sikap kepedulian terhadap anak-anak yatim piatu itulah yang selalu dijaga secara konsisten oleh Syarifudin Yunus, Pendiri dan Kepala Program Taman Bacaan Lentera Pustaka di Kaki Gunung Salak Bogor.

TBM Lentera Pustaka secara rutin setiap bulan selalu bertatap muka, silaturahmi dan duduk bersama dalam pengajian anak-anak yatim binaan di 3 lokasi yang berbeda; 1) ada 10 anak yatim di Warung Loa Kaki Gunung Salak Bogor, 2) ada 10 anak yatim di Kreo Larangan, adan 3) ada 12 anak yatim dan 5 janda di Harvest City Cileungsi. Sekitar 32 anak yatim dalam binaan kini tiap bulan mengaji rutin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun