Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 49 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Demi Secangkir Kopi

1 Februari 2020   08:20 Diperbarui: 1 Februari 2020   08:23 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Demi Secangkir Kopi
Bila ada makhluk di pagi hari; yang selalu mencintai pahit atas dirinya; yang rela membunuh kantuk atas matanya.


Katakan demi secangkir kopi
Harapan dan kenangan bertemu di bibir seruputan. Manis dan pahit pun bercumbu dalam peraduan. Sambil menatap gerimis tabir yang tiada akhir. Bermesraan dibtepi cangkir. Hingga memadu di langit takdir.


Demi secangkir kopi
Banyak manusia tidak lagi percaya cinta
Katanya cinta itu hebat ternyata ia tersesat
Katanya cinta itu mabuk ternyata ia tertunduk
Katanya cinta itu indah ternyata ia terpapah
Bak drama secangkir kopi; selalu terbalut dua kutub. Kadang manis kadang pahit. Kadang baik kadang buruk. Kadang senang kadang benci. Selalu berseberangan dan berbenturan. Karena kopi hanya butuh wadah, butuh cangkir.


Demi secangkir kopi
Biarkan mereka tetap jadi pemenang. Abaikan mereka tetap jadi pecundang. Karena pada secangkir kopi, semuanya bertemu dalam kehangatan.


Pada secangkir kopi
Ada goretan pesan. Bahwa cara terbaik merayakan kesepian dan keramaian tetaplah sama. Yaitu, tetap berpijak di bumi dan jangan menganggap lebih tunggal dari Tuhannya.


Kini aku, demi secangkir kopi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun