Manusia belum cukup kalau ngomong jago banget. Tapi nyatanya, semua diukur dari harta dan materi. Pantas belum cukup-cukup. Semua keadaan ditimbang pakai akal dan ego. Bukan hati. Sudah pasti manusia belum cukup. Karena dia gagal menikmati apa yang ada. Dia gagal menahan diri. Dan dia pasti hatinya tertutup. Hingga lupa, dari mana dia berasal dan mau kemana dia pergi?
Manusia makin tidak cukup.
Karena kurang bersyukur. Dan gemar melihat ke atas ditambah jarang bersedekah. Jarang berbuat baik secara nyata pada orang lain. Kebaikan hanya sebatas di dunia maya atau cukup di meja diskusi. Pantas makin tidak cukup, karena kerjanya mengintip laju orang lain. Selalu membandingkan dirinya dengan orang lain.Â
Kenapa merasa belum cukup?
Manusia belum cukup lupa lagi. Hanya hati yang merasa cukup yang dijanjikan mendapatkan dunia dan seisinya. Hanya manusia yag cukup yang beruntung.
Sehingga mudah bersyukur dan jauh dari kesombongan. Maka ketika merasa cukup, saat itu ada dorongan untuk bertindak baik untuk orang lain. Bila merasa tidak cukup, pasti tidak akan baik pada orang lain.
Nabi Muhammad SAW bilang "siapa yang menampakkan kecukupan niscaya Allah akan membuatnya kaya" (HR. Bukhari Muslim).
Siapapun, selagi masih manusia pasti sudah cukup.
Cukup jiwa dan raganya. Bangsanya cukup, pemimpinnya cukup. Bahkan diberi keluarga dan sahabat yang ada pun cukup. Apalagi yang tidak cukup. Semuanya sudah melimpah. Dan itu, sudah pantas dimiliki manusia; tidak berlebihan tidak berkekuarangan. Tinggak disyukuri saja.
Maka katakan "saya sudah cukup".
Saya pun cukup menjadi pegiat sosial yang akan tetap mengabdi untuk anak-anak taman bacaan, ibu-ibu buta aksara, dan anak-anak yatim binaan. Itu semua sudah cukup.