Siapa sih orang paling kaya di dunia ini?
Mungkin sebagian besar jawab, Bill Gates. Bisa juga konglomerat papan atas Indonesia. Atau Christiano Ronaldo. Atau artis ini dan itu. Jawaban yang tidak salah. Tapi belum tepat. Wajar, karena kekayaan di benak banyak orang. Ukurannya harta duniawi.
Jadi, bila belum kaya maka belum cukup. Sebutlah manusia belum cukup.
Kawan saya yang bilang. Selagi masih hidup di dunia, mana ada sih yang cukup. Atau selagi masih jadi manusia pasti tidak akan pernah cukup". Iya juga ya, manusia mana sih yang merasa cukup? Seperti pekerja di sana, bilang "sudah cukup". Pekerja di sini bilang "belum cukup". Sementara pekerja yang hilir-mudik bilang "tidak akan pernah cukup". Jadi bingung, cukup itu ukurannya apa dan siapa ya?
Pantas, kebencian dan sindirian tidak pernah berakhir, Mungkin karena belum cukup. Sekalipun pemilu sudah selesai. Jago-nya sudah ngopi bareng, pendukungnya belum cukup-cukup. Manusia belum cukup namanya.
Cukup itu bukan soal materi melulu. Tapi cukup itu soal hati.
Cukup itu cukupan. Merasa cukup dengan nikmat Allah alias qona'ah. Dan merasa cukup memang ada di hati. Bukan di harta, apalagi di orang lain. Karena manusia yang tidak pernah merasa cukup, pasti selalu menuruti hawa nafsunya. Susah untuk tenang dan tenteram, Penuh kegelisahan. Hingga lupa untuk berbuat kebaikan. APalagi menolong orang lain yang membutuhkan.
Manusia belum cukup sering lupa.Â
Cukup atau tidak itu sudah dikehendaki-Nya. Karena semua sudah ada dalam ketetapan-Nya. Merasa cukup, maka tidak berlebihan dan tidak berkekurangan. Cukup hatinya, cukup pikirannya, dan cukup perasaannya. Tidak lebih tidak kurang, cukupan.
Kata Pak Sindhunata, "Manusia harus rumongso karo ragane". Artinya, harus tahu diri dengan raganya. Karena merasa besar itu salah, merasa kecil itu keliru. Maka harus sedhengan (cukupan). Sebab sedhengan itu bisa masuk dalam hati siapa saja; tidak kebesaran dan tidak kekecilan.
"Too much of anything will definitely kill you".