Bila seseorang membeli baju kebesaran, pasti kecewa dan tidak akan dipakai. Begitu pula, bila bajunya kekecilan pun kecewa karena tidak bisa dipakai. Jadi, baju yang kebesaran atau kekecilan sama-sama mengecewakan. Itu artinya, belilah yang pas-pas saja; tidak kebesaran dan tidak kekecilan.
Lalu, kenapa hari ini masih saja ada orang yang merasa besar atau merasa kecil? Sebut saja, orang kecil atau orang besar. Bukankah semuanya sudah dianugerahi sang pencipta dengan pas. Sesuatu yang ada pada diri manusia itu sudah pantas untuknya. Tidak kebesaran pun tidak kekecilan.
Merasa besar, merasa kecil dalam hidup.
Memang di zaman now, banyak orang yang mengukur hidupnya atas besar atau kecil. Bahkan tidak sedikit orang yang  "menghitung" hidup berdasar dua hal saja; 1) dari fisiknya dan 2) dari status sosialnya.
Tergantung ukuran fisik, mengukur besar atau kecil. Orang kecil itu orang kuntet alias postur tubuhnya tidak tinggi. Kadang orang kecil identik dengan orang yang kurus alias kerempeng. Bahkan orang kecil dianggap miskin secara materials.Â
Berbeda dengan orang besar yang diukur dari  fisik badannya yang gemuk alias gendut. Orang yang badannya tinggi, gede, sterek disebut orang besar. Bahkan orang besar dianggap orang kaya. Maka orang-orang sering menyimpulkan "orang kecil dianggap susah, orang besar dianggap bahagia".
Lain lagi bila ukurannya status sosial.
Orang kecil, dianggap orang rendahan. Kalau di kantor, dianggap orang yang pangkat rendah alias tidak punya jabatan. Gajinya cukupan saja, pendidikannya pun pas-pasan. Orang kecil dianggap status sosialnya biasa saja. Berbeda sama orang besar.Status sosialnya dianggap tinggi. Karena di kantor, dianggap punya jabatan dan pangkatnya tinggi. Gajinya besar, pendidikannya tinggi. Orang besar dianggap status sosialnya tinggi. Status sosial diukur dari banyaknya uang. Maka orang-orang menyimpulkan "orang kecil itu misikin, orang besar kaya".
Dan faktanya, orang yang merasa kecil jarang ngomong, jarang dimintain saran. Sebaliknya, orang besar sering doyan ngomong, sering memberi saran walau tidak diminta sekalipun. Begitulah adanya hidup di dunia yang sementara.
Manusia itu memang tempatnya lupa. Banyak orang alpa.
Bahwa orang kecil atau orang besar itu bukan diukur dari ukuran fisik dan status sosial semata. Karena itu semua hanya perasaan; merasa kecil atau merasa besar. Mereka lupa, hakikat manusia itu tidak punya apa-apa dan bukan apa-apa.