Adalah fakta, menulis ilmiah dianggap sebatas mata kuliah. Terlalu banyak teori, hingga terkesan "jauh panggang dari api". Menulis ilmiah hanya sebatas pelajaran. Â Segudang teori pun tetap tidak mampu menjadikan mahasiswa untuk menulis.Â
Maka sudah seharusnya, kuliah menulis ilmiah diubah sebagai perilaku, sebagai perbuatan. Apapun caranya, mahasiswa patut "dipaksa" menulis secara ilmiah. Menuliskan tiap ide dan gagasan secara tertulis. Karena maua tidak mau, pada akhirnya mahasiswa pun harus menulis skripsi.
Berangkat dari spirit itulah, mahasiswa semester 7 Pendidikan Bahasa Indonesia FBS Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) peserta mata kuliah "Menulis Ilmiah" akhirnya mampu menulis saat kuliah. Hingga mampu menerbitkan kumpulan artikel ilmiah "Apa Sih Enaknya Jadi Koruptor?" pada 17 November 2019. Sebuah buku faktual yang disajikan secara ilmiah dalam menyikapi realitas korupsi yang terjadi di Indonesia.Â
Buku "perlawanan" tertulis pada korupsi sebagai kejahatan kemanusiaan. Syarifudin Yunus sebagai dosen pengampu membimbing dan mengarahkan langsung proses menulis ilmiah yang berbasis fakta, logika, objektivitas, dan sistematika.
"Saya sengaja mengajak mahasiswa untuk praktik langsung menulis ilmiah. Agar terbentuk tradisi menulis yang kokoh di kalangan mahasiswa. Apalagi mereka akan skripsi, penting untuk bisa menulis dengan gaya ilmiahnya sendiri. Agar jangan hanya copy paste atau plagiasi" ujar Syarifudin Yunus yang kini tengah menempuh studi S3-Program Doktor Manajemen Pendidikan di Pascasarjana Unpak Bogor.
Selain menulis ilmiah sebagai perilaku. Mahasiswa pun harus terlatih agar menulis ilmiah sebagai kompetensi. Kompeten dalam menulis, kompeten dalam berpikir ilmiah. Karena itu, menulis ilmiah sering kali gagal, Karena mahasiswa hanya berteori, bukan praktik menulis. Maka tradisi menulis ilmiah harus diperkuat di kalangan mahasiswa. Dosen dan mahasiswa harus sama-sama berani menulis. Agar menulis ilmiah tidak lagi dijadikan momok yang dianggap sulit.
Melalui bimbingan Syarifudin Yunus, mahasiswa dipacu untuk menulis dalam kutrun waktu 2 minggu dengan kisaran 500-800 kata. Hal itu setara dengan satu artikel ilmiah yang diterbitkan di media cetak. Upaya memperkuat tradisi menulis ilmiah di kalangan mahasiswa menjadi penting. Karena setidaknya, komptensi menulis ilmiah memberikan 5 (lima) keuntungan pada mahasiwa, yaitu:
1. Bikin pintar mahasiswa. Karena dengan menulis, mahasiswa harus terjun ke lapangan dan harus membaca. Sehingga pengetahuan bahan tulisan menjadi bertambah.
2. Bikin lebih bermanfaat. Karena materi kuliah tidak hanya diserap namun mampu dipraktikkan secara langsung. Sehingga artikel ilmiah yang ditulis mahasiswa bisa dibaca orang lain atau setidaknya mahasiswa bisa mengukur kemampuan menulis ilmiahnya sendiri.
3. Memberi kepuasan batin. Karena perilaku menulis yang tadinya dianggap susah-tidak berubah menjadi mudah-bisa. Sehingga menulis bisa jadi obat bagi mahasiswa untuk mengekspresikan apa yang ada di pikirannya. Sejatinya, menulis pun bisa jadi pelampiasan atas apa yang dialami dan dirasakan penulisnya.
4. Menghindari copy-paste atau plagiasi. Karena dengan latihan menulis akan terbentuk tradisi menulis. Sehingga mahasiswa "menjauh" dari perbuatan jelek dalam dunia akademis seperti copy paste dan plagiasi.