Kotax, begitu teman-teman semasa SMP dan SMA memanggilku. Kenapa kotax? Itu gak penting. Apalah arti sebuah nama, apa arti sekadar panggilan. Sesederhana itu.
Aku bisa muncul dengan berbagai cara. Lewat kata, lewat tiap tetesan tinta, atau lewat setiap tindakan nyata. Selagi mau berbuat dan bermanfaat untuk orang lain, insya Allah aku oke oke saja.
Sama sekali, aku gak ingin jadi apa-apa. Karena aku memang bukan apa-apa. Bahkan bukan siapa siapa. Tapi aku hanya ingin lebih bermanfaat di sisa usiaku. Meneteskan sedikit "warisan" untuk umat. Ketika aku pergi nanti...
Menjadi apa aku? Itu gak terlalu penting. Â Seperti apa aku, pun sangat gak penting. Aku, hanya bertumpu pada "dari mana aku berasal?" dan hendak "kemana aku pergi?". Maka aku. Hanya ingin membuat anak-anak taman bacaan itu tetap membaca sambil tersenyum. Mengajak anak-anak yatim itu tetap melangkah ke sekolah. Dan menemani ibu-ibu itu bisa melek baca dan tulis. Agar gak mudah dibohongi orang. Aku pun hanya menghargai tiap tarikan nafas pertemanan yang penuh ikhlas dan tulus.
Seperti bersama teman-teman SMP-ku ini. SMPN 216 Jakarta angkatan 86. Bersama dalam bakti dan abdi kepada anak-anak pembaca aktif di taman bacaan. Walau mereka "terancam" putus sekolah. Bersama menghibur ibu-ibu yang jarang interaksi dengan "tamu dari luar".
Panggil aku, Kotax. Begitu teman-temanku menyapa. Karena aku tahu. Teman itu hadir. Pasti untuk melengkapi bagianku yang kurang. Bersinergi, berkolaborasi untuk sebuah kebaikan; sebuah kepedulian.
Dari sini, aku terus belajar dan belajar. Bahwa berteman, itu harus berani untuk memahami baru kemudian dipahami. Tanpa ego, tanpa merasa benar sendiri. Maka, aku ucapkan terima kasih teman. Semoga kalian sehat dan berkah selalu...
Memang benar. Berteman dan apapun. Fokuslah pada isi bukan bungkus-nya ... ciamikk #216Bhineka86 #TBMLenteraPustaka
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H