"Hal yang paling besar di bumi ini bukan gunung dan lautan, melainkan hawa nafsu". Ada benarnya kata orang bijak.
Betapa banyak orang akibat hawa nafsu, jadi gagal mengontrol diri. Otaknya cerdas, pikirannya brilian. Tapi sayang, semua itu masih dalam belenggu hawa nafsu. Nafsu membenci, nafsu mengalahkan orang lain. Bisa jadi, suatu saat nafsu bertepuk tangan di balik kesusahan orang lain, mungkin negaranya sendiri.
Sederhana, sama sekali gak mungkin berharap. Bangsa ini punya pemimpin bijak dan adil yang lahir dari ocehan di media sosial. Apalagi lahir dari diskusi di kafe-kafe, di televisi atau di atas mimbar. Gak mungkin.
Karena buat saya, tempat-tempat itu masih dirasuki hawa nafsu bahkan berbalut kewewahan. Bahkan kata kawan saya, Â semua tempat itu "sarangnya" pikiran negatif dan sarangnya caci maki. Ikut demo gak, sumbangsih buat negara gak. Tapi giliran komen, persis seperti ahli segalanya. Aneh, kita pengen baik tapi balutannya hawa nafsu...
Gak usah pengen taklukkan gunung; kalahkan orang. Apalagi bermodal hawa nafsu.
Gunung iti tenpat belajar. Karena Gunung. Sekalipun megah dan tinggi. Tapi ia tidak pernah sombong, gak kepengen merusak habitat di sekitarnya. Gunung itu gak pernah menjelek-jelekkan pepohonan di sekitarnya. Gunung itu gak pernah terpikirkan memusnahkan hewan-hewan yang berkeliaran di sekitarnya. Bahkan hebatnya, gunung pun gak pernah marah walau jalur pendakiannya jelek dan berat. Gunung gak pernah komen lalu menuntun "tolong jalan saya di cor..."
Gunung memang pendiam. yapi sekali diganggu dia bisa "menghilangkan manusia". Gunung itu kalem aja walau siapapun yang berteriak keras di situ, sama sekali gak ada gunanya. Cobalah ke gunung, lalu berteriaklah semua-kuatnya. Sungguh, teriakan itu sama sekali gak berarti.
Gunung mau setinggi dan semoga apapun. Ia terus belajar, dan belajar. Untuk terus lebih tinggi melindungi habitatnya. Sekalipun ia lebih sulit dari yang terlihat.
Begitu pula orang atau pemimpin, di manapun. Tidak selalu sama persis dengan apa saja yang kita sangka, atau kita harapkan. Jadi biasa-biasa sajalah dalam menyikapinya.
Kita takut karena mungkin kita kebencian yang membabi buta. Kita khawatir karena isi otak kita lebih banyak su'udzon daripada husnu'dzon. Terlalu takut dan khawatir lalu hendak menyalahkan orang lain. Kadang, orang yang gak berani mendaki gunung pun berpikir karena gunung itu jelek dan gak berguna. Bisa jadi...
Jadi, gak usah pengen taklukkan gunung; kalahkan orang. Apalagi karena nafsu.
Puncak gunung itu hanya bonus. Semua orang bisa mencapainya bila mau berjuang dengan cara-cara yang benar. Berjerih payah dalam kebaikan pasti akan mengantarkan kita pada "puncak kebaikan" pula. Dalam urusan apapun, di manapun.
Kita sering lupa. Mereka yang suka menjelajah hutan dan mendaki gunung. Sungguh mereka, gak pernah berniat untuk menaklukkan puncak gunung mana pun. Karena pendakian adalah pengabdian kecil kepada sang maha pencipta. Perjalanan untuk mensyukuri nikmat Allah SWT. Itu saja.