Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Asesor Kompetensi Dana Pensiun - Mantan Wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku diantaranya JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Aku Ingin Kuliah, Sepenggal Kisah Anak Yatim

21 September 2019   09:37 Diperbarui: 21 September 2019   09:47 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekitar 4 tahun lalu, tahun 2016 saat dia kelas 3 SMP, neneknya datang ke rumah saya untuk silaturahim. Di samping berniat untuk menitipkan "dia" kepada saya. Agar dapat tetap melanjutkan sekolah. Maklum, karena dia selama ini hidup dengan neneknya. 

Karena keterbatasan ekonomi, dapat dipastikan saat itu. Neneknya tidak mampu untuk menyekolahkan dia ke SMA. Itulah yang terjadi, seorang anak yatim yang terancam putus sekolah.

Saya sendiri paling takut "berjanji" kepada anak yatim. Walau saya sendiri dan keluarga, saat ini punya 34 anak yatim binaan di Kreao, Cileungsi, dan Kaki Gunung Salak Bogor yang setiap bulan mengaji rutin. Sekalian "sedikit" memberi uang jajan kepada anak-anak yatim.

Maka dengan bismillah dan tentu atas izin Allah SWT. Saya dan keluarga memantapkan niat baik dan kepedulian untuk membiayai sekolah anak yatim ini. Alhamdulillah tahun itu, dia bisa sekolah di SMAN 1 Tamansari Bogor. Uang masuk saat itu Rp. 4 juta dan SPP sebesar Rp. 200.000 per bulan. Tanpa terasa, alahmadulillah. Tahun 2019 ini, dia pun lulus dari SMA. Tugas saya sebagai orang tua asuh pun tuntas. Agar si dia tidak putus sekolah.

Maka, saya pun nyatakan kepada dia. Bahwa tugas saya untuk menyekolahkan sudah selesai. Maka esok, terserah kamu mau gimana? Kata saya pada Mei 2019 lalu.

Namun jawab si dia, membuat saya meneteskan air mata. "Kalo Bapak berkenan, saya mau kuliah pak?". Sungguh, tidak ada yang bisa saya katakan. Selain perasaan terenyuh. Betapa besar motivasinya untuk kuliah. Hanya doa kecil yang saya panjatkan kala itu. "Ya Allah, izinkan saya untuk menguliahkan sambil mendampingi anak yatim ini" dalam hati saya lembut.

Maka, sekalipun saya dosen di Unindra. Saya suruh dia untuk mendaftar ke Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) seperti anak-anak pada umumnya yang mau kuliah. Mengambil formulir, ikut ujian masuk, dan membayar kewajiban sebagai mahasiswa yang diterima. Apa adanya saja.

Alhamdulillah, kini si dia, sudah 2 minggu kuliah sebagai mahasiswa semester 1 Pendidikan Bahasa Inggris FBS di Unindra. Setiiap hari dia berangkat kuliah dari Kaki Gn. Salak ke Unindra. Tentu, bukan aktivitas yang mudah. Selain ongkos-nya lumayan, perjalanannya pun menyita waktu. Sebuah tantangan yang besar bagi anak yatim yang ingin kuliah.

Lalu, siapa anak yatim tersebut?

Bukan siapa-siapa. Saya pun awal mula mengenalnya. Karena almarhum kakeknya adalah orang baik. Teman ngobrol di kebun di Kaki Gunung Salak saat saya nengokin rumah di sana. 

Bahkan tidak jarang, kakenya membawakan hasil panena dari kebun untuk saya dan keluarga. Namun, sejak tahun 2011, saya memang secara rutin menggelar pengajian yatim binaan di Kaki Gunung Salak sebulan sekali. Biasanya setelah gajian; mengaji bersama nak0anak yatim sambil memberikan uang jajan kepada mereka. 

Memang sudah lama, saya dan keluarga punya tradisi pengajian bulanan bersama anak-anak yatim. Baik di Kreo rumah yang saya tinggali, di Harvest City Cileungsi yang kebetulan punya rumah di situ, dan di Kaki Gunung Salak yang kini menjadi TBM Lentera Pustaka. Ada sekitar 34 anak yatim yang rutin mengaji dengan saya setiap bulan hingga kini.

Apa artinya catatan ini saya tuliskan. Tidak untuk apa-apa, selain dokumen semata. Agar anak yatim di luar sana tidak berkecil hati. Inilah momentum kali pertama saya dan keluarga menguliahkan anak yatim, si dia. 

Selain berbagi tulisan akan pentingnya membangun sikap peduli kepada anak-anak yatim maupun kaum yang membutuhkan uluran tangan kita. Mudahkanlah urusan mereka, maka urusan kita pun akan dimudahkan. 

Bahkan penting untuk saya sampaikan kepada sekolah maupun pemerintah daerah. Agar berilah perhatian dan kepedulian kepada anak-anak yatim untuk bersekolah. Bebaskan mereka dari biaya sekolah. Agar jangan ada anak yatim yang putus sekolah. 

Karena pengalaman saya, kepekaan lembaga sekolah dan pemerintah daerah terkesan tidak ada pada kaum yang membutuhkan. Apakah memang begitu sekolah, sama sekali tidak bisa membebaskan anak-anak yatim untuk tetap bisa bersekolah?

Semua kita sepakat, anak yatim pasti membutuhkan kasih sayang yang tidak didapat dari orangtuanya. Karena itu, kita dianjurkan untuk saling peduli dengan sesama, apalagi anak yatim dan kamu yang sangat membutuhkan uluran tangan. 

Percayalah, Allah SWT pun menjamin orang-orang yang mau membagi hartanya untuk menyelamatkan masa depan anak bangsa. Tidak akan jatuh miskin karena sedekah atau amal. Justru Allah SWT berjanji akan selalu dilipatgandakan.

dokpri
dokpri

Sepenggal kisah anak yatim, aku ingin kuliah. 

Inilah cara sederhana untuk mengingatkan kita agar tetap istiqomah dalam berbuat untuk sesama, di samping konsisten berjuang untuk kebaikan di jalan Allah. Masih ada dan banyak berjuang dengan cara-cara yang lebih maslahat. Selebihnya, biarkan Allah SWT yang bekerja untuk kita. Agar selalu diberi kesehatan, kemudahan dan keberkahan dalam hidup.

Karena hakikatnya, siapapun, manusia 'bukan apa-apa, dan bukan siapa-siapa". Bergaul dan pedulilah pada anak yatim. Apalagi di tengah gaya hidup yang makin belingsatan, nafsu egoisme yang tak terbendung, dan gemerlap eksistensi diri yang kian eksotis seperti sekarang. 

Anak yatim pasti bisa menjadikan "hati manusia lunak dan terpenuhi kebutuhannya". Dan yang terpenting, anak yatim bukan untuk dikasihani. Tapi harus dibantu apalagi yang ada di dekat kita. "Jangan kasihani anak yatim, tapi bantu anak yatim". Begitulah kata hati anak-anay yatim.

Aku ingin kuliah, begitu kata hati anak yatim.

Akhirnya, saya ingin ucapkan selama kepada si dia. Anak yatim yang saya kuliahkan. Selamat kuliah Nak. Doakan saya selalu sehat dan dimudahkan rezeki. Agar tetap dapat mendampingi kamu hingga tuntas kuliah, 4 tahun ke depan. Tentu, semua atas izin-Nya. Jaga kesehatan selalu dan tetaplah hidup prihatin. 

Seperti yang kita obrolkan di TBM Lentera Pustaka. Mungkin ini jalan-Nya. Agar saya tetap istiqomah bergaul anak yatim dan menambah kepedulian kepada mereka. 

Sekaligus bersyukur atas karunia Allah SWT kepada saya dan keluarga. Terus terang, urusan sekolah ketiga anak saya pun dimudahkan oleh orang lain. Maka saatnya pula, saya memudahkan urusan sekolah anak-anak yatim dalam binaan saya. Maaf bila ada pihak yang tidak berkenan.

Sungguh, tidak satupun anak yang terlahir di dunia ini yang ingin dalam keadaan yatim ....  Ya Allah, mudahkan saya dalam mendidiknya dan mudahkan dia dalam kuliahnya, amiin. Bismillah ... #PeduliYatim #TGS

dokpri
dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun