Betul kata Napoleon Bonaparte yang bilang "Saya lebih cemas dimusuhi empat buah koran (wartawan) daripada seribu bayonet." Itu bukan omong kosong. Itu sinyal akan pentingnya tahu dan belajar jurnalistik.
Maka dari itu, saat belajar jurnalistik. Siapapun harus sadar pentingnya nilai-nilai kehidupan. Untuk tetap independen, netral, akurat, jujur, dan benar. Nah bila sudah sadar, tuliskanlah dengan baik dan publikasikanlah. Karena ditulis tanpa dipublikasikan tidak ada guna. Menulis untuk jurnalistik adalah bukti adanya dialog ilmu dan perilaku. Agar terampil dalam jurnalistik.
Belajar jurnalistik tidak perlu diperdebatkan. Antara teori dan praktik. Tapi jauh lebih penting mencari "titik temu" antara teori dan praktik yang berbasis realitas, keadaan objektif di lapangan di medan berita.
Harmoni antara teori dan praktik jurnalistik itulah yang harus diciptakan sekarang. Itulah yang disebut sebagai Jurnalistik Terapan. Sebuah pertemuan antara teori dan praktik. Sebagai dasar belajar jurnalistik.
Buku "Jurnalistik Terapan" karya Syarifudin Yunus, dosen Universitas Indraprasta PGRI kini sudah cetakan ke-4. Sungguh layak jadi acuan bagi siapapun yang ingin mendekati jurnalistik. Sebuah cara sederhana memahami jurnalistik disajikan di buku yang telah menjadi pilihan banyak mahasiswa non-jurnalistik seantero Indonesia. Â
Bila hari ini kita menjadi lebih tahu dari sebelumnya, maka itu buah perbuatan jurnalistik.
Berpihaklah pada kebenaran. Karena dalam setiap kebenaran, selalu ada telinga yang mendengar. Seperti selalu ada hati buat yang menerima cinta. Selamat belajar jurnalistik, tabik #JurnalistikTerapan #SyaraifudinYunus
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H