Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Spirit Berantas Buta Aksara Geber Bura Lentera Pustaka

25 Agustus 2019   08:43 Diperbarui: 5 September 2019   08:22 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Maka untuk memberantas buta aksara atau putus sekolah, sungguh bukan hanya butuh terobosan baru. Tapi justru dibutuhkan intensifikasi dalam bentuk program yang berkelanjutan. Bukan sekedara proyek atau program sesaat yang direncanakan para perencana pemerintahan. Karena itu, duduk dan dengarkan masyarakat. Agar masalah itu datang dari masyarakat bukan dari para perencana atau pembuat proposal agar dianggap "punya program" pemberdayaan masyarakat di wilayahnya.

Sudah pasti semua setuju. Buta aksara harus diberantas dan putus sekolah harus ditekan. Kalimat dan tekad itu sudah sering kita dengan di seminar dan di diskusi ilmiah. Tapi bila masih ada warga yang buta aksara dan masih ada anak yang putus sekolah, berarti semua tekad itu gagal dan hanya mimpi. Lalu di mana letak masalahnya?

Masalahnya, program berantas buta aksara dan putus sekolah yang ada "belum menjangkau daerah yang tidak dapat dijangkau". Artinya, harus ada kesadaran untuk melihat keadaan masyarakat secara objektif. Belaum dapat dijangkau bukan berarti lokasinya jauh atau di pedalaman. 

Tapi mereka adalah masyarakat yang tidak terperhatikan. Saya menyebutnya kaum buta aksara dan anak putus sekolah "spasial"; ada di dekat kita tapi tidak terdata buta aksara atau putus sekolah akibat ketidak-pedulian kita sendiri. 

Boleh jadi, kita selama ini punya tekad dan inisiatif keren di atas kertas di otak. Tapi tidak terjun ke lapangan untuk menemukan realitas yang ada di masyarakat.

Berantas buta aksara, menekan angka putus sekolah, sungguh hanya terjadi bila mampu menjangkau daerah yang tak terjangkau bukan secara geografi tapi secara mind set di kepala. Maka di situ, sangat dibutuhkan kepedulian dan penglihatan secara objektif. Tentang masyarakat yang buta aksara dan putus sekolah yang ada di dekat kita tapi tidak terdeteksi secara data pemerintahan.

Berangkat dari realitas itulah, TBM Lentera Pustaka di Kaki Gunung Salak Bogor memberanikan diri untuk menjalankan GErakan BERantas BUta aksaRA (GEBER BURA) sebagai bukti kepedulian untuk memberantas masyarakat yang buta aksara. 

Memang tidak mudah namun butuh kepedulian dan keberlanjutan. Sekalipun awalnya diikuti 4 ibu-ibu buta aksara dan kini tetap berjalan dengan 8 ibu-ibu yang tiap minggu belajara buta aksara. 

Setelah berhasil menjalankan program taman bacaan masyarakat dengan 60-an anak pembaca akatif dengan kegiatan membaca seminggu tiga kali dan rata-rata tiap anak mampu membaca 5-8 buku per minggu, kini TBM Lentera Pustaka bertekad "perang total" untuk memberantas buta huruf.

"Aktivitas membaca anak-anak di taman bacaan Lentera Pustaka sudah berjalan dengan 60-an anak pembaca aktif. Kini saya menjalankan program GErakan BERantas BUta aksaRA (Geber Bura) untuk memberantas kaum buta aksara. Inilah yang saya sebut "menjangkan daerah yang tidak terjangkau", daerah yang terperhatikan akan masih adanya buta aksara dan putus sekolah. Insya Allah, saya jalankan dengan berkelanjutan" ujar Syarifudin Yunus, Pendiri dan Kepala Program TBM Lentera Pustaka, seorang pegiat literasi yang menggagas Geber Bura di Kaki Gunung Sala Bogor.

Maka, urusan buta aksara dan putus sekolah. Hakikatnya harus dimulai dari kepedulian dan dilakukan secara berkelanjutan. Apapun tantangan yang dihadapi, ikhtiar untuk membantu kaum ang tersisih hars tetap tegak di otak kepala kita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun