Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Kecupan Ayah di Hari Ulang Tahun Putrinya

13 Agustus 2019   20:49 Diperbarui: 13 Agustus 2019   20:55 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mata si perempuan kecil itu terpejam. Dalam lelap malam. Diiringi desiran angin yang terdengar dari pinggir jalan. Aku menghampirinya. Sambil mengusap kening, lalu mengecupnya. Seakan ingin berbisik di telinganya. Sambil berdoa dan berdialog kecil kepada Allah untuk si perempuan kecil, di hari depannya

"Ya Allah, mudahkanlah urusan perempuan kecilku hingga ia dewasa. Taburkanlah ia sikap rendah hati, sederhana, kelembutan dan kearifan. Sekalipun, semua menjadi miliknya. Agar ia memiliki kekuatan yang sempurna untuk tetap di jalan-Mu" ucap dalam hatiku. Lalu kukecup kening perempuan kecilku. Lembut.

Pagi ini, langit di kota Malang begitu bersahabat. Matahari pun mulai menebar sinarnya. Menyambut hari ulang tahun ke 12 anak perempuanku, Farah Gammathirsty Elsyarif. Sang inspirator yang bersahaja lagi sederhana. Bagiku, ia adalah pemberi inspirasi. Maka kupanggil ia, sang inspirator.  Anak perempuan kecil, bontot dari kedua kakak laki-lakinya.

"Abi, terima kasih ya hadiahnya. Walau hanya tempat pulpen dan gantungan kamar. Aku suka kok" kata si perempuan kecil.

"Iyaa Nak, sama-sama. Selamat ulang tahun ya. Semoga jadi anak yang solehah dan selalu dilindungi Allah SWT. Hadiah itu jangan dilihat dari harganya. Tapi momen indahnya" ujarku seketika sambil mencium pipinya.

Si perempuan kecil, di hari ulang tahunnya. Kini tumbuh menjadi remaja putri. Siswa SMP Negeri kelas VII di Jakarta. Tapi seminggu ini, ia minta izin dari sekolah untuk mengantar sang kakak yang baru diterima. Sebagai mahasiswa baru di FMIPA Universitas Brawijaya.

Lagi-lagi, si perempuan kecil itu selalu tahu untuk bersikap. Kapan ia harus diam di rumah, kapan dia harus ikut, Semuanya dalam pikiran dan keputusannya. Ia tahu apa yang harus ia lakukan.

"Farah juga mau bilang terima kasih ke Abi. Karena sudah kasih kepercayaan dan mendidik Farah di rumah dengan kemandirian" ujar si perempuan kecil.

"Sama-sama ya Nak, terima kasih juga buat Farah. Karena telah menyedikitkan nasehat Abi untuk kamu. Itu tanda kamu, anak yang mandiri" jawabku bangga.

Zaman now. Memang penting buat orang tua menyedikitkan nasehat untuk anak perempuannya. Karena atas dalih rasa sayang, tidak sedikit orang tua yang membangun "relasi beracun" antara orang tua dan anak perempuannya. Orang tua yang ingin terlibat terlalu jauh di kehidupan anak perempuannya. Seolah-olah sayang dan serasa ingin berteman dengan anaknya. Bahkan berteman pula dengan teman-teman anaknya atau orang tua teman-teman anaknya. Alih-alih ingin memberi privasi, justru sikap orang tua seperti itu yang bisa dianggap sebagai intervensi yang mungkin, meresahkan anak perempuannya sendiri.

Sikap orang tua yang tidak sepenuhnya benar. Merasa sayang dan ingin menjaga anak perempuannya. Tapi di saat yang sama, justru orang tua yang terlalu leluasa memantau tiap aktivitas anaknya.  Sehingga si anak perempuan pun merasa tidak leluasa beraktivitas seperti anak-anak seumurnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun