Ini hanya catatan kecil seorang ayah. Saat anaknya hendak mulai kuliah di kota lain.
Saya menyebutnya "Sang Maestro", Farid Nabil Elsyarif, anak laki-laki ke-2 (tengahan) yang baru berusia 17 tahun. Besok, Selasa 6 Agustus 2019 ia mulai "terbang" ke kota Malang. Melalui ujian jalur mandiri, sang maestro diterima di program studi Statistika (peminatan Aktuaria) FMIPA Universitas Brawijaya Malang. Â Perguruan tinggi negeri yang memang dipilihnya saat SBMPTN 2019. Â Sekalipun ia juga diterima di prodi Aktuaria di Univ. Parahiyangan Bandung, namun apa boleh buat tidak diambilnya.
Hikmah yang patut disyukuri. Anak saya, ketika SBMPTN walau gagal dan saat Ujian Mandiri, sama sekali tidak punya alternatif pilihan prodi yang lain, ke-2 atau ke-3. Dia hanya mau kuliah di prodi Aktuaria (peminatan Aktuaria) walau rumpunnya bisa saja di Matematika atau Statistika di beberapa PTN. Hanya ada 7 PTN dan 1 PTS yang prodi Aktuaria-nya sudah punya "penyetaraan" ujian profesionalisme dengan PAI (Persatuan Aktuaria Indonesia). Alhamdulillah, tekad kuat dalam ikhtiar dan doa yang terlantun telah mengantarnya menjadi mahasiswa baru di Univ. Brawijaya Malang.
Sebelum berangkat, selama 1,5 minggu lalu pun ia ditempa untuk "pemanasan" belajar pada aktuaris papan atas yang jadi sponsor-nya; yang mem-beasiswa-I perjalanan sang maestro dalam mengembara ilmu di Prodi Statistika (peminatan Aktuaria) FMIPA Univ. Brawijaya. Sedikit belajar tentang diskonto, anuitas, perhitungan manfaat pensiun, dan sebagainya. Sekadar pemanasan ilmu aktuaria.
Sang Maestro pun esok mulai kuliah. Mulai menjadi warga kampus untuk menempa cara berpikir sebagai insan akademis, di samping "menggali" ilmu aktuaria yang bakal jadi keahliannya. Setelah 3 tahun melancong sebagai siswa di sekolah asrama tidak berbayar di SMAN CMBBS Pandeglang, kini Sang maestro akan bermukim di Malang. Setidaknya untuk 4 tahun ke depan; untuk kuliah dan mengukir masa depan untuknya sendiri.
Tentu bagi seorang ayah, tidak ada pesan istimewa jelang anaknya kuliah.
Selain harus tetap menjaga semangat kuliah hingga mampu kelar tepat waktu, itulah prioritas utama. Karena di kampus, manapun, di situlah terjadi arena pertarungan pemikiran dan jati diri; pertempuran logika -- akal sehat dan etika -- norma. Semuanya "terbungkus" dalam tradisi akademis ala kampus, ala mahasiswa.
Urusan apa dan bagaimana kuliah, sudah tentu anak saya sudah tahu apa yang harus dilakukan. Tapi seperti kebanyakan mahasiswa, nasehat yang harus terus dilantunkan adalah "menjadikan kuliah dan kelar tepat waktu" sebagai prioritas. Ditambah balutan semangat, rasa percaya diri, dan kemampuan manajemen waktu itulah nasehat orang tua yang harus digaungkan, berulang-ulang kali sekalipun.Â
Dan yang terpenting, tetaplah ibadah untuk menyenangkan Allah SWT. Agar Allah SWT pun mudah untuk menyenangkan hamba-Nya. Karena itu Nak, tetaplah selalu sholat di masjid, seperti yang selama ini sudah diterapkan. Percayalah, tidak ada ikhtiar dan mimpi yang "mudah" dicapai tanpa melibatkan Allah SWT. Karena semua yang terjadi dalam hidup bahkan yang akan terjadi pun pasti atas kehendak-Nya ....
Maka akhirnya, selamat kuliah dan berjuang sang maestro.
Tetaplah jadi dirimu sendiri. Sambil terus ikhtiar dan berdoa untuk cita-citamu; untuk masa depanmu...
Siapapun orang tua, siapaun anaknya. Kuliah di kampus di kota jauh.
Itu sebuah sinyal. Bahwa jauh dari anak memang semakin merindukannya. Tapi di situ menjadi sinyl kuat akan pentingnya menghargai karunia Allah. Karena-anak-anak yang jauh dari "dekapan" orang tua. Maka di situ, ada doa yang semakin sering disebut untuk anaknya. Kuliah dan kampus makin menguatkan sinyal bahwa semua titipan Allah. Hanya kepada Allah, kita berserah diri, termasuk untuk anak yang sedang kuliah di kota lain.
Jangan lupa Nak, ikhtiar dan berdoalah agar selalu diberi sehat,diberi berkah, dan dimudahkan atas segala urusan. Insya Allah, doa abi, ibu, kakak, dan adikmu selalu menyertai.
Ketahuilah, Nak. Hanya pribadi yang kuat yang mampu membangun nasib. Tapi pribadi yang lemah hanya menunggu keberuntungan... Selamat kuliah Sang Maestro. Semoga catatan kecil seorang ayah ini, bisa dibaca kapanpun dan di mana pun ... @Senin, 5 Agustus 2019 #SangMaestro #FaridNabilElsyarif #UniversitasBrawijaya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H