Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perjuangan TBM Lentera Pustaka, dari Garasi Rumah hingga Hidupkan Tradisi Baca Anak

30 Juli 2019   21:57 Diperbarui: 30 Juli 2019   22:37 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perjuangan TBM Lentera Pustaka; dari Garasi Rumah hingga Hidupkan Tradisi Baca Anak di Kaki Gunung Salak

Mengubah perilaku anak-anak yang terbiasa main menjadi "dekat" dengan buku tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Bukan hanya tekad kuat, keberanian, dan komitmen. Tapi jauh lebih dari itu, sungguh butuh kesabaran dan kemampuan khusus untuk meyakinkan masyarakat dan anak-anak untuk mau membaca secara rutin. 

Apalagi anak-anak yang ada di kampung atau pedesaan seperti di Kampung Warung Loa Desa Sukaluyu Kec. Tamansari Kagi Gunung Salak Bogor. Membangun tradisi baca dan budaya literasi, sama sekali tidak mudah. Dan tidak pernah sama dengan tema seminar atau diskusi tentang pentingnya budaya literasi ...

Perjuangan tidak kenal lelah dalam menebar virus membaca, itulah yang dilakukan Syarifudin Yunus, Pendiri dan Kepala Program Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka.

Pria berusia 49 tahun yang berprofesi Dosen Unindra ini, sejak 5 November 2017, telah mengubah anak-anak kampung yang semula polos, pemalu dan cenderung sulit berinteraksi dengan orang "dari luar". Berubah menjadi anak-anak sekolah yang terbiasa membaca 3 kali seminggu, bahkan bisa "menghabiskan" 5-10 buku per minggu. Sebuah perilaku dan budaya anak-anak yang tadinya "jauh" dari buku, kini menjadi lebih "dekat" pada buku dalam kesehariannya.

Tekad pria Alumni Universitas Negeri Jakarta (UNJ) sederhana. Tradisi baca dan buku dianggap mampu menekan angka putus sekolah. Karena anak-anak di Desa Sukaluyu, 81% tingkat pendidikannya hanya SD dan 9% SMP. Itu berarti, angka putus sekolah sangat tinggi. Mungkin karena persoalan ekonomi.

Maka berangkat dari tekad menekan angka putus sekolah dan membangun tradisi baca di kalangan anak-anak usia sekolah, Syarif begitu panggilannya, lalu mengubah "garasi rumah" menjadi rak-rak buku yang menjadi cikal bakal TBM Lentera Pustaka. Dengan modal seadanya, mulailah disiapkan taman bacaan. Tanpa disangka, bantuan rekan-rekan yang peduli pun mengalir. Mulai dari donasi buku bacaan, bantuan dana untuk fasilitas taman bacaan, hingga perlengkapan taman bacaan. Tanggal 5 November 2017 pun TBM Lentera Pustaka diresmikan oleh Camat Tamansari, Prof. Dr. Sofyan Hanif (Warek 3 UNJ), Khatibul Umam (Anggota DPR), dan Dr. Liliana Muliastuti (Dekan FPBS UNJ).

Awal berdiri, hanya 18 anak yang mau bergabung untuk membaca tiap Rabu-Jumat-Minggu. Buku yang tersedia pun hanya 700 buku bacaan. Dan kini setelah 2 tahun berjalan, TBM Lentera Pustaka telah memiliki 62 anak pembaca aktif, yang rutin membaca 3 kali seminggu dengan koleksi buku lebih dari 3.000 buku. Dan kini, anak-anak yang terancam putus sekolah pun berubah menjadi anak-anak yang giat membaca buku. Anak-anak yang "haus" buku bacaan baru.

"Saya berpikir sederhana. Buku dan bacaan diharapkan bisa mengubah mind set akan pentingnya sekolah dan belajar. Agar angka putus sekolah bisa ditekan. Karena saya tidak punya uang banyak untuk menyekolahkan mereka. Maka saya memilih menidirikan taman bacaan. Agar tidak ada lagi anak yang putus sekolah, di samping membangun tradisi baca anak-anak" ujar Syarifudin Yunus yang kini tekun sebagai pegiat literasi.

Dari Garasi Rumah Hingga Hidupkan Tradisi Baca
TBM Lentera Pustaka berawal dari garasi rumah, bagi Syarifudin Yunus, hanyalah ikhtiar kecil untuk menghidupkan tradisi baca anak-anak usia sekolah; yang sebelumnya jauh dari akses bacaan. Dan kini mulai rajin membaca sekalipun perjuangan untuk mengajak anak-anak lainnya belum usai, bahkan tidak akan usai. Tiap Rabu sore, Jumat sore, dan Minggu pagi, anak-anak dari 3 kampung terus membaca buku yang tersedia secara gratis.

Syarif yang kini tengah menempuh S3-Program Doktor Manajemen Pendidikan di Pascasarjana Unpak -- beasiswa dari Unindra, sadar betul mengelola Taman Bacaan Masyarakat (TBM) tidaklah mudah. Karena faktanya di Indonesia, banyak taman bacaan masyarakat yang "mati suri" akibat tiga hal; 1) buku ada pembaca tidak ada, 2) pembaca ada buku tidak ada, dan 3) komitmen pengelola TBM yang lemah, tidak fokus mengelola taman bacaan. Maka di benaknya, taman bacaan harus bisa menjadi arena yang asyik dan menyenangkan anak-anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun