Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan featured

SBMPTN Bukan Segalanya, Kisah Perjuangan Anak Meraih PTN

20 Juli 2019   10:18 Diperbarui: 15 Agustus 2020   07:58 1706
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SBMPTN Bukan Segalanya, Biarkan Anak Memilih Kampus Sendiri

Tulisan ini hanya ingin menegaskan, SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri) bukan segalanya. Apalagi bila hanya sekadar memilih, akhirnya tidak diambil. Lalu ikut ujian mandiri di kampus PTN yang diminati, termasuk program studi yang diingini.

Pada 9 Juli 2019, saat pengumuman SBMPTN, saya pulang ke rumah. Saya bertanya dalam hati, kenapa mata istri seperti sembab habis menangis?

Ternyata, konon kabarnya, istri saya menangis sebab berempati kepada anak saya, Farid Nabil Elsyarif (alumni SMAN CMBBS Pandeglang Banten) yang "gagal" diterima di Prodi Aktuaria ITS dan Univ. Brawijaya melalui jalur SBMPTN. 

Anak saya kecewa betul. Ia menangis dan kesal. Karena nilai UTBK-nya tidak jelek-jelek banget walau bukan yang tertinggi. Dia yakin bisa bersaing dan mampu.

Tapi karena prodi Aktuaria pilihannya, tergolong langka dan diminati banyak "anak cerdas". Intinya, anak saya kalah bersaing di situ. Kalah bersaing, bukan berarti tidak mampu.

Satu hal yang patut saya apresiasi. Anak saya, sama sekali tidak punya alternatif pilihan prodi yang lain ke-2 atau ke-3. Dia hanya mau kuliah di prodi Aktuaria (peminatan Aktuaria) walau rumpunnya bisa saja di Matematika atau Statistika di beberapa PTN.

Hanya ada 7 PTN dan 1 PTS yang prodi Aktuaria-nya sudah punya "penyetaraan" ujian profesionalisme dengan PAI (Persatuan Aktuaria Indonesia).

Maka dalam situasi sulit seperti ini, tugas saya sebagai seorang ayah. Adalah men-support; dalam bentuk ikhtiar dan doa atas apa yang diperjuangkan anaknya. Hanya ingin kuliah di prodi Aktuaria ...

Gagal bersaing di SBMPTN. Maka berikutnya, anak saya berjuang untuk bersaing di Ujian Mandiri beberapa PTN. Lantas setelah itu, anak saya pun mendaftar dan ikut ujian mandiri di ITS, Unpad, IPB, Unpar, Univ. Brawijaya, dan UI. Semuanya ikut ujian mandiri. Inilah kisah perjuangan seorang anak, yang gagal bersaing di SBMPTN, terus ngotot ingin menggapai mimpinya kuliah di prodi Aktuaria.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun