Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Asesor Kompetensi Dana Pensiun - Mantan Wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku diantaranya JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Arti Pertemuan Jokowi-Prabowo di MRT: Terkuburnya Istilah Cebong dan Kampret

13 Juli 2019   12:51 Diperbarui: 13 Juli 2019   14:33 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Detik.com- Pertemuan Jokowi-Prabowo di MRT

Alhamdulillah dan patut disyukuri. Seperti diharapkan banyak orang, akhirnya Jokowi bertemu Prabowo di MRT hari ini. Suasasanya informal. Tapi maknanya substansial buat bangsa dan negara. Maka berhentilah, berkomentar buruk tentang politik; tentang pemimpin yang kita mungkin tidak kita sukai. Karena semuanya sudah usai. Pertemuan di MRT, jelas jadi simbol pentingnya"melaju ke depan", bukan merundungi kekalahan hingga memelihara kebencian.

Gara-gara pilpres kemarin, kita hampir pecah. Kasihan si Otong, yang sempat tidak ditegur keluarganya karena beda pilihan politik. Apalagi si Minah yang gak jadi menikah gara-gara ketahuan jadi pendukung paslon tertentu. Belum lagi keluarga yang gagal berbaur selama pilpres, pertemanan yang rusak akibat beda pilihan.  Sudahlah dan usai sudah. Politik itu hanya alat kekuasaan. Lalu, kenapa sudi orang dewasa jadi seperti anak-anak akibat politik?

Pertemuan Jokowi-Prabowo yang kita harapkan itu sudah terjadi. Terus, kita mau gimana lagi? Cebong-kampret itu sudah "ke laut"; cebong kampret sudah terkubur. Sekarang yang tersisa tinggal Indonesia, tempat kita berpijak; tempat kita dilahirkan. Pancasila dan Burung Garuda yang harus kita rawat dan banggakan.

Pertemuan Jokowi-Prabowo itu bukan terjadi begitu saja. Semua sudah kehendak-Nya, sudah ditulis dalam skenario-Nya. Persis seperti hasil pilpres pun sudah ditentukan Allah SWT. Manusia hanya bisa ikhtiar, selebihnya Allah SWT yang tentukan. Maka berhentilah untuk  terlalu sibuk dengan pikiran kebencian dan jawaban ketidak-dukaan yang kita buat sendiri. Hingga kita lupa. Bahwa ada "Sang Dalang" yang telah mengatur swmua ini. Tanpa cela dan salah sedikitpun. 

Sungguh, tidak ada pertemuan yang sia-sia. Termasuk pertemuan Jokowi dan Prabowo hari ini. Pertemuan juga perpisahan itu sesuatu yang tidak bisa diduga oleh siapapun selagi masih manusia. Karena iti semua ada dalam genggaman-Nya. Tapi hakikatnya, setiap pertemuan bahkan perbedaan dan persatuan itu dibuat Allah SWT atas suatu maksud. Entah sebagai pelajaran atau sebagai berkah.

Pertemuan di MRT hanya simbol. Simbol bahwa hidup itu harus melaju ke depan. Hidup pun harus move on; jangan menetap dalam kebencian apalagi beragam keluhan. Karena di dalam MRT, orang berdiri pun tidak akan tegap. Selalu saja ada goncangan, ada gerakan yang bikin gerak ke kiri atau ke kanan. Goncangan itu lumrah, apalagi perbedaan. Tapi setelah itu, siapapun harus bergerak ke depan. Melaju, bukan mengeluh.

Kemarin-kemarin, kita menuntut rekonsiliasi. Antara Jokowi dan Prabowo. Dan hari ini, peristiwa itu sudah terjadi. Terus, kita utamanya warga media sosial mau apa lagi? Rekonsiliasi itu artinya 'memperbaiki' atau 'membuat jadi baik kembali'. Jadi, rekonsiliasi iru artinya positif dan baik. Jangan ada lagi, orang yang berspekulasi atau berkomentar miring soal pertemuan Jokowi-Prabowo. Rekonsiliasi itu basisnya kemauan untuk 'kembali harmoni' bukan kebencian yang tiada berakhir.

Maka besok, jangan ada lagi umpatan cebong atau kampret. Tidak perlu lagi ada kebenciam bahkan hoaks. Apalagi menyerang sisi personal orang lain. Bahkan SARA tidak usah dipermainkan. Agar kita tidak ikut memperkeruh suasana apalagi menimbulkan permusuhan. Pilpres sudah berakhir. Kini, tinggal menjadikan Indonesia lebih baik lagi.

Pertemuan Jokowi-Prabowo itu nyata. Contoh negarawan yang hebat dan ber-akhlak mulia. Demi orang banyak, mereka mau lakukan itu. Pertemuan yang menjadi simbol "rekonsiliasi kebangsaan"; untuk saling memaafkan dan menerima kenyataan. Agar bangsa ini bisa menatap jauh ke depan. Untuk menghadapi tantangan-tantangan kebangsaan kontemporer dan revolusi peradaban yang mega dahsyat. 

Jadi, tataplah ke depan. Jangan ada spekulasi negatif. Bahkan komentar buruk soal pertemuan Jokowi-Prabowo. Secara manusiawi, mungkin ada dari kita yang tidak menerima pertemuan itu. Tapi di saat yang sama, mereka pun harus sadar bahwa pikiran dan sikapnya tidak sepenuhnya benar.

Terkadang, memangcpertemuan dan perpisahan itu bisa terjadi terlalu cepat. Namun sayang, banyak orang yang menyimpan kenangan dan perasaan justru terlalu lama... Salam rekonsialiasi kebangsaan #RekonsiliasiKebangsaan #JokowiPrabowoDiMRT

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun