Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 49 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dari Kopi Liong, Singkong, dan Saling Sokong Warga Puri Lakshita

7 Juli 2019   21:41 Diperbarui: 7 Juli 2019   22:16 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sajian kopi liong dan singkong itu hanya simbol sikap saling sokong, saling mendukung untuk menjaga keharmonian di antara warga Perumahan Puri Lakhista Tajur Halang Bogor. Hal ini tercermin melalui acara "Koempoel Boareng" para pemilik dan penghuni rumah di Puri Lakshita hari ini (7/7) sebagai sarana silaturahim setahun sekali yang telah menjadi tradisi.

Ditemani kopi liong, sekitar 16 keluarga pemilik dan penghuni Puri Lakshita bercengkrama dan ngobrol ringan akan pentingnya membangun perumahan yang asri dan harmoni. Hingga oleh-oleh singkong yang menjadi tanaman kebun khas Puri Lakshita siap dibawa pulang. Pesannya sederhana, agar warga selalu saling sokong dalam menciptakan hunian yang ideal buat semua, pemiliki maupun penghuni.

Silaturahim warga Puri Lakhsita makin "berkelas" karena silaturahim dilakukan dengan gaya lesehan, duduk bersila sambil menikmati hidangan yang dibawa dan dibuat khusus oleh para ibu-ibu Perumahan Puri Lakshita. Beragam obrolan ringan tersaji sebagai komitmen untuk tetap menjaga kekompakan dan keharmonian bersama. Karena perumahan ideal, tentu harus dimulai dari sikap kompak dan harmoni. Seperti kata banyak orang, asal kompak dan harmoni, apapun masalahnya bisa diselesaikan.

Patut disyukuri, tahun 2019 ini, tingkat hunian Perumahan Puri Lakshita telah mencapai 25% dari total 94 unit rumah yang ada. Sementara nilai NJOP tanahnya pun sudah di kisaran 1,4 juta per meter. Sebuah daerah yang terus berkembang dan akan terus berkembang di waktu mendatang akibat pembangunan jalan tol dan jalan arteri akses pemda Bogor yang terus berlangsung. Oleh karena itu, beberapa bahasan dalam "Koempoel Boareng" kali ini yang patut diketahui antara lain:

  • Puri Lakshita menyadari untuk menciptakan lingkungan yang asri dan harmoni prioritasnya adalah meningkatkan jumlah penghuni, baik pemiliknya yang menempati atau dikontrakkan rumahnya.
  • Untuk itu, para pemilik rumah di Puri Lakshita diimbau agar menempati atau dikontrakkan atau ada yang mau menempati rumahnya demi terciptanya lingkungan perumahan yang ideal dan sesuai dengan harapan bersama.
  • Maka dengan bertambahnya penghuni atau warga, maka Puri Lakshita pun bisa "naik kelas" sebagai satu kawasan rukun tetangga (RT) sehingga memiliki otoritas penuh dalam menata dan mengoptimalkan lingkungannya, seperti keamanan, keasrian, sampah, hingga paguyuban warga.
  • Untuk penghijauan dan keasrian, Perumahan Puri Lakhsita pun akan mengajak pemilik dan penghuni menyumbang pohon "glodokan tiang" yang akan ditanam di sepanjang jalan perumahan agar lebih teduh dan asri.

Untuk itu, modal kekompakan dan keharmonian yang sudah dibangun di Perumahan Puri Lakshita harus terus dipelihara. Karena modal sosial seperti warga sangat penting untuk memajukan lingkungannya, termasuk kedisiplinan dalam membayar iuran bulanan.

Satu lagi tradisi yang patut dilestarikan di Perumahan Puri Lakshita. Tradisi "duduk bersila" alias lesehan dalam tiap pertemuan. Karena saat "duduk bersila", ada kesetaraan di antara para warga, pemilik atau penghuni rumah. Duduk sama-sama di bawah alias lesehan adalah simbol. Bahwa setiap orang, setiap kita sama kedudukannya. Bukan karena pangkat, harta apalagi jabatan.

Filosofinya sederhana, duduk di bawah atau lesehan tanda setiap manusia dalam keadaan SETARA. Tidak ada orang yang lebih tinggi atau rendah. Satu sama lainnya menjadi tidak ada jarak; dekat secara emosi dekat secara fisik. Agar gampang berbicara apa saja, tanpa ada yang mengganjal bahkan lebih santai.

dok. pribadi
dok. pribadi
Sungguh, tradisi duduk di bawah atau lesehan pun menjadi sarana melatih untuk mengurangi rasa ego, menjauhkan sikap untuk menang sendiri bahkan bisa mengendalikan nafsu. Karena hari ini, kisruh dan permusuhan hanya bisa terjadi akibat banyak orang membesarkan ego, mementingkan nafsu.

Maka warga Puri Lakshita menyadari. Bila hari ini makin banyak orang yang mudah emosi, gampang berpikir negatif, bahkan berkeluh kesah. Itu semua terjadi, akibat kurang "duduk di bawah", kurang lesehan atau duduk bersila. Maka duduklah di bawah, karena di situ ada ada kepedulian, ada toleransi, ada sopan-santun, ada adab, ada akhlak, ada moral, dan ada kebaikan.

Dari kopi liong dan singkong, warga Perumahan Puri Lakshita berkomitmen untuk terus saling sokong, bukan saling sombong. Agar semuanya plong, lingkungan makin kinclong bukan malah songong. Maka tetaplah gotong royong, karena kompak dan harmoni bukan omong kosong. Viva warga Puri Lakshita ..... #PuriLakshita

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun