Menulis saja susah. Apalagi ditambah kreatif. Maka, susahlah menulis kreatif.
Di era serba digital, bisa jadi, menulis kreatif kian dijauhi banyak orang. Bahkan menulis kreatif seringkali dianggap momok yang meresahkan. Alih-alih, berdalih tidak punya waktu untuk menulis. Jadilah, menulis kreatif sebatas pelajaran; sebatas diskusi yang dianggap penting. Tapi faktanya, menulis kreatif tidak pernah menyentuh praktik, dan bukan perilaku.
Menulis kreatif, sungguh menulis biasa saja.
Tidak menyusahkan apalagi meresahkan. Justru menulis kreatif adalah menulis dengan cara yang beda. Cerita yang tidak biasa, berbeda dari pada umumnya. Sebut saja, novel "Dilan" karya Pidi Baiq yang mampu menghadirkan kisah fiksi seolah kisah nyata. Atau sebaliknya, novel "Negeri Lima Menara" karya Ahmad Fuadi yang mampu mengubah kisah nyata menjadi cerita fiksi. Kedua novel itu kekuatannya, ada pada menulis kreatif; menulis dengan cara beda. Totalitas imajinasi mampu dikemas ke dalam cerita yang pas sehingga bisa mempengaruhi pembaca. Pembaca, solah mampu menikmati karya fiksi.
Menulis kreatif, memang menulis karya fiksi dengan cara yang beda.
Karya yang beda, tentu bisa terjadi pada banyak hal. Tapi intinya, beda dalam menulis, beda dalam menuangkan ide cerita. Karya fiksi yang beda, setidaknya dapat dilihat dari 4 (empat) indikator:
1. Perilaku dalam menulis yang berbeda, seperti karya-karya Chairil Anwar dengan puisi ekspresif-nyatapi berlirik longgar atau Sutarji Calzoum Bachri dengan puisi mantra-nya.
2. Batin dalam menulis yang berbeda, seperti karya N. Riantiarno membuat "Malin Kundang" dalam versi modern.
3. Pikiran dalam menulis yang berbeda, seperti karya-karya Danarto dengan manusia-manusia "aneh" pada setiap karyanya.
4. Karya fiksi yang berbeda, seperti cerpen-cerpen karya Putu Wijaya, drama-drama Arifin C Noer yang plot-nya sering nonkonvensional.
Maka untuk bisa menulis kreatif, siapapun butuh rujukan. Rujukan secara perilaku, batin, pikiran atau karyanya. Dan yang paling penting, menulis kreatif adalah perilaku, perbuatan. Bukan pelajaran apalagi hanya angan-angan.Â
Untuk itu, sebelum terjun ke dunia menulis kreatif, seseorang harus memiliki modal penting dalam menulis kreatif. Beberapa modal penting dalam menulis kreatif, antara lain: 1) harus memiliki hasrat untuk menulis, 2) harus banyak membaca, 3) harus membuka diri untuk belajar dari penulis lain, 4) harus memiliki pemikiran yang mapan dan matang, 5) harus mampu ber-ekspresi, dan 6) harus peka terhadap realitas yang terjadi.
Dengan modal menulis kreatif, insya Allah, karya kreatif pasti bisa direalisasikan, sekecil apapun itu. Patut diingat, di era digital seperti sekarang, menulis tidak lagi cukup hanya mampu menuangkan ide dan gagasan.
Tapi menulis harus didukung sikap kreatif, daya untuk menghasilakn karay yang berbeda. Karena memang, "pasar" kreatif menghendaki cara-cara yang beda.
Sebut saja, cerita-cerita di FTV, itu semua lahir dari kemampuan menulis karya kreatif dengan cara yang beda. Maka wajar, hampir semua orang terkenal di bidang sastra dan seni saat ini adalah mereka yang memiliki ciri "berbeda" dibandingkan yang lainnya. Daya menulis kreatif-nya memang beda.
Naik ke level yang serius sedikit, maka menulis kreatif harus dipandang sebagai kompetensi. Siapapun dapat membangun kompetensi dalam menulis kreatif. Terampil dalam menulis kreatif. Karena menulis kreatif bukan pelajaran atau teori semata.Â
Menulis kreatif adalah perilaku, menulis hingga mampu membuat karya. Karena di luar sana, berapa banyak orang pandai secara teori tapi gagal secara praktik. Berapa banyak orang pintar bicara tapi tidak mampu menulis. Â Itu artinya, mereka hanya "pandai" tapi "tidak kompeten".
Nah, untuk memahami menulis kreatif secara teoretik hingga praktik, maka buku "Kompetensi Menulis Kreatif" karya Syarifudin Yunus yang diterbitkan oleh Ghalia Indonesia tentu bisa jadi rujukan. Karena buku ini menyajikan cara dan langkah yang bisa ditempuh agar mampu menulis dengan cara yang beda.
Buku "Kompetensi Menulis Kreatif" adalah tuntunan untuk memulai menulis karya yang berbeda. Karya yang berbasis pada 3 (tiga) mentalitas kreatif; 1) mampu  mengubah "mind set" seseorang dalam menulis yang selama ini salah, 2) mampu mengajak orang lain menjadikan menulis sebagai "gaya hidup", dan 3) mampu mendedikasikan menulis sebagai kebiasaan, sebagai perilaku sehari-hari. Agar mampu membuat karya fiksi yang beda alias karya yang kreatif ....
Karena karya kreatif hanya lahir dari ide dan pikiran yang mampu dituliskan. #MenulisKreatif #KompetensiMenulisKreatif
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H