Adalah fakta 61,5% jumlah koleksi buku taman bacaan di Indonesia belum memadai, 33% mungkin memadai, dan hanya 5,5% saja yang sudah memadai. Itulah simpulan hasil survei Tata Kelola Taman Bacaan di Indonesia via Pustaka Bergerak Indonesia (walau belum selesai surveinya). Â Hal ini menjadi bukti perlunya partisipasi pemerintah dan lembaga manapun untuk ikut serta memaksimalkan keberadaan taman bacaan dan perpustakaan di tingkat desa/lingkungan melalui penyediaan buku bacaan. Karena buku adalah hal penting yg menjadi daya tarik masyarakat/anak-anak untuk membaca. Karena halaman demi halaman buku yg dibaca terlalu sulit dilupakan.
Survei yang masuk diberikan oleh para pegiat literasi dari Bogor -- Sukoharjo- Banyuwangi- Sumba Tengah -- Jambi -- Purwokerto - Nias Selatan - Buru Selatan - Sorong Selatan - Kab. Gowa -- Asahan - Padang Panjang -- Rappang -- Cirebon - Seram - Mamuju Tengah - Tapanuli Utara -- Matawae - Landak - Manggarai Barat -- Grobogan -- Wonogiri - Buton Tengah - Kota Baru -- Boyolali - Aceh Barat - Probolinggo -- Purworejo -- Malang - Semarang - Lampung Timur -- Tanggamus -- Jeneponto.
Survei ini mempertegas bahwa tradisi baca dan budaya literasi di Indonesia bukan hanya masalah minat yang rendah. Tapi ketersediaan buku bacaan di taman bacaan atau perpustakaan yang ada di daerah pun masih tergolong minim. Maka sangat wajar, bila  tengah di era digital seperti sekarang, budaya baca semakin terpinggirkan. Minat baca anak-anak makin rendah.Â
Beragam jenis hiburan, game, handphone, tayangan TV, internet yang kurang mendidik makin menjauhkan anak-anak dari buku bacaan. Bahkan guru atau pendidik pun ikut terbawa arus. Karena faktanya, guru dan pendidik di Indonesia saat ini pun makin "jauh" dari aktivitas membaca dan menulis.
"Sebagai pengelola taman bacaan, survei ini saya lakukan untuk mendapatkan potret objektif dari pendiri atau pengelola taman bacaan yang ada di Indonesia. Walau belum selesai surveinya, tapi banyak fakta mengisyaratkan bahwa pegiat literasi di Indonesia kurang mendapat dukungan dari pemerintah atau lembaga apapun" ujar Syarifudin Yunus, Pendiri dan Kepala Program TBM Lentera Pustaka yang menggagas survei Tata Keloa Taman Bacaan di Indonesia.
Merujuk pada survei UNESCO (2012), indeks tingkat membaca masyarakat Indonesia hanya 0,001 persen. Artinya, hanya ada satu orang dari 1000 penduduk yang masih 'mau' membaca buku secara serius. Alhasil, sangat wajar Indonesia ditempatkan pada posisi 124 dari 187 negara dalam penilaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM).Â
Karena budaya membaca sangat rendah. Budaya literasi pun baru sebatas didengung-dengungkan, belum dimplementasi secara nyata, masif, dan berkelanjutan. Dan dukungan ketersediaan buku bacaan pun menjadi masalah, 61,5% jumlah koleksi buku masih minim.
Oleh karena itu, budaya membaca tidak cukup sekadar bahan diskusi atau seminar. Membaca harus jadi perilaku anak-anak dalam keseharian. Membaca harus jadi kebiasaan, bahkan gaya hidup. "Kalau tidak baca tidak keren", begitu istilahnya. Â Dan jangan sampai, kebiasaan hidup anak-anak kita "dikendalikan" oleh gawai. Apalagi masa depan anak-anak hanya da di dunia maya, sungguh sangat bahaya.
Berangkat dari realitas itu, TBM (Taman Bacaan Masyarakat) Lentera Pustaka yang berlokasi di Desa Sukaluyu Kaki Gunung Salak Bogor sangat peduli untuk membangun tradisi baca dan budaya literasi di kalangan anak-anak usia sekolah.Â
Saat ini, TBM Lentera Pustaka memiliki 60 anak pembaca aktif yang sudah terbiasa membaca 5-10 buku per minggu, dengan koleksi yang tersedia 3.000 buku bacaan.Â