Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Fitrah=Bersedia Introspeksi Diri

9 Juni 2019   13:36 Diperbarui: 9 Juni 2019   13:43 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap orang boleh ber-lebaran. Tapi tidak setiap orang mampu kembali ke fitrah, kembali ke kesucian. Maka fitrah, sama dengan selalu bersedia introspeksi diri.

Seperti kata pepatah "buruk rupa, cermin dibelah, buruk adab, dunia dinista". Pepatah itu mengingatkan manusia akan pentingnya introspeksi diri. Idul Fitri, bisa jadi momentum untuk menilai diri sendiri, sambil memasang cermin untuk melihat seberapa baik atau buruk diri kita untuk orang lain. Bukan sebaliknya, momen suci Idul Fitri malah digunakan untuk menebar kebencian dan menjelek-jelekan orang lain. Lagi lebaran atau lagi Idul Fitri? Mari introspeksi diri.

Fitrah itu ketika kita mau dan bersedia introspeksi diri.

Agar hati, pikiran, dan perilaku kita tidak terkotori oleh ucapan hina, sikap benci atau bahkan pikiran ekstrem. Apalagi di kedupan dunia yang fana ini. Setiap hari dirasuki pertarungan antara nafsu dan akal. Entah untuk apa dan mau apa? Maka, introspeksi diri-lah agar tetap menjaga fitrah. Seperti fitrah, introspeksi diri bukan hal yang gampang diperoleh. Introspeksi adalah sesuatu yang diusahakan lalu dipelihara. Agar kita tidak melulu menyalahkan orang lain. Tapi lebih melihat ke dalam  diri sendiri.

Bila berbicara untuk berbagi, mendengar untuk mengetahui, bertindak untuk memahami, maka introspeksi diri untuk memperbaiki. Karena bila orang lain salah, apakah kita pasti benar?

Adalah wajar, bila manusia jengkel bila melihat orang lain berbuat salah. Adalah wajar kecewa, bila pilihan yang menang tidak sesuai dengan pilihan kita. Lalu, bila mereka menang, bila mereka tidak sesuai dengan harapan kita. Apakah mereka salah? Tentu tidak. Itulah momentum penting untuk kita melakukan muhasabah atau interopeksi diri. Agar kita lebih memahami kekurangan dan kelebihan yang dimiliki.


Fitrah itu bersedia introspeksi diri.

Jarang introspeksi biasanya dirasuki sifat terlau mudah menyalahkan orang lain. Realitas apapun yang terjadi, dianggap salah orang lain. Pantas hati jadi kotor, pikiran jadi galau, dan perilaku jadi bodor.

Bila momen Idul Fitri adalah kembali ke fitrah, itu berarti kita ikhlas dan bersedia memaafkan apapun yang dilakukan orang lain kepada kita. Maka ke depannya, hanya introspeksi diri yang bisa menjaga kefitrahan kita. Karena kita percaya, bahwa setiap orang pasti baik. Hanya nafsu dan akal yang mempengaruhinya.

Fitrah itu introspeksi diri.

Agar kita lebih mau melihat ke dalam diri, bukan ke luar di orang lain. Agar kita mau memahami kelemahan pribadi sambil membuka ruang sikap rendah hati; untuk menyadari tiap manusia pasti punya kekeliruan dan kesalahan.

Introspeksi diri, tentu untuk memperbaiki diri. Bukan untuk menghakimi kesalahan orang lain. Apalagi memvonis orang lain salah padahal belum tentu salah. Maka introspeksi diri tidak lai tidak bukan hanya untuk melatih kebesaran hati dalam memperbaiki diri.

Introspeksi diri untuk menjauhkan sikap egois.

Karena bila orang lain salah, kita pun belum tentu benar. Bukankah Allah SWT yang hebat telah menutupi aib dan kesalahan kita. Introspeksi diri agar kita tetap mampu menghitung. Seberapa banyak kita berbuat baik, seberapa besar kita berbuat jahat? Apa yang harus diubah, apa yang harus ditingkatkan, dan apa yang harus ditinggalkan?

Semua pasti mendambakan. Masyarakat yang saleh dan salehah, guyub, toleran, peka dan peduli dengan sesama, benci pada kemungkaran. Dan untuk itu, membutuhkan proses dan kesediaan introspeksi diri. Karena membangun negeri sebesar Indonesi bahkan peradaban masyarakatnya tidak cukup dengan mengandalkan slogan dan retorika semata. Tapi kita butuh kemauan untuk introspeksi diri. Agar terpelihara manusia-manusia yang fitrah, bersedia menilai diri sendiri sambil berpihak kepada kebaikan kolektif.

Sekali lagi, fitrah itu bersedia introspekdi diri.

Daripada menghabiskan waktu untuk berpikir negatif dan membenci orang lain, lebih baik memperbanyak introspeksi diri sambil istiqomah dalam ibadah. Ketahuilah, menerima kenyataan dan introspeksi itu lebih maslahat daripada mengeluh tanpa tindakan... Salam fitrah #FitrahManusia #IdulFitri #IntrospeksiDiri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun