Orang bekerja sehari-hari di kantor pun butuh pulang. Kemana pun kita pergi dan berjalan, pasti ingin "pulang". Pulang ke tempat yang membahagiakan; pulang ke orang tua, pulang ke kampung halaman, pulang ke rumah. Jadi, mudik bisa jadi ritual untuk selalu ingat "pulang". Pulang ke tempat asal kita, termasuk nanti pulang ke hadirat Allah SWT.Â
Maka siapapun dan di mana pun kita, suatu saat kita akan kembali ke asalnya. Mudik hanya simbol, bahwa kita pasti akan pulang. Karena setiap manusia, pasti suatu saat nanti akan kembali ke tempat sang pencipta. Hingga saatnya tiba, bisa kembali ke tempat terbaik di sisi-Nya.
Mudik adalah proses untuk mencapai tujuan, cara untuk kembali ke kampung halaman.
Karena saat ini, makin banyak orang yang tidak tahu dari mana ia berasal dan mau ke mana menuju. Mudik, setidaknya mengingatkan manusia. Bahwa dulu ia "tiada", sekarang "ada" dan esok akan kembali menjadi "tiada". Hakikatnya, manusia berasal dari Allah SWT dan akan kembali kepada Allah. Itu pelajaran terpenting dari mudik.Â
Mudik adalah ritual sederhana, irtual untuk pulang kampung. Untuk mengenali siapa sebenarnya kita, dari mana kita berasal. Mudik lebaran adalah momentum untuk mencapai kesucian lahir dan batin. Sebuah proses tazkiyatun nafs, membersihkan jiwa yang pernah dikotori oleh diri kita sendiri. Di tempat mudik, kita melapangkan hati untuk menemui orang tua dan orang-orang yang berjasa pada kita. Lalu berani meminta maaf dan memaafkan kesalahan orang lain. Mudik itu mengajarkan kita untuk jujur mengakui kesalahan, lalu saling memaafkan. Â
Maka mudik hari ini, harusnya bukan cuma seremoni. Tapi mudik adalah esensi.
Esensi moral ada pada ritual mudik. Untuk mereposisi kembali hakikat HIDUP-nya. Â Mudik yang berpegang pada 4 filsafat hidup manusia.Â
1. LEBARAN sebagai tanda "selesainya" kewajiban kita dalam berpuasa, tarawih, dan zakat.Â
2. LUBERAN sebagai tanda "melimpahnya" rezeki kita untuk dibagikan kepada mereka yang membutuhkan.Â
3. LEBURAN sebagai tanda "melebur kesalahan" dengan cara saling bermaafan.Â
4. LABURAN sebagai tanda "memutihkan" diri untuk senantiasa menjaga kebersihan diri lahir dan batin.