Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Siswa Menantang Guru, Fenomena Apa?

28 Maret 2019   22:30 Diperbarui: 28 Maret 2019   22:57 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berangkat dari kondisi ini, pemerintah harus hadir untuk mengatasi fenomena "siswa tantang guru" dengan menguatkan pendidikan karakter di sekolah, di samping merevitalisasi peran bimbingan konseling (BK) di sekolah. Bahkan orang tua pun harus terlibat aktif, minimal memperkuat pola pengasuhan di rumah. 

Karena harus diakui, pendidikan yang sehat hanya lahir dari proses belajar-mengajar yang sehat pula. Dunia pendidikan bukan soal "lembut atau keras" tapi soal "berkarakter atau tidak berkarakter".

Pendidikan Karakter

Menyikapi fenomena siswa menantang guru, maka solusinya adalah memperkuat pendidikan karakter di sekolah. Sekolah bukanlah tempat untuk meraih nilai akademis yang tinggi. 

Bukan pula tempat untuk  menjawab pertanyaan yang sulit. Bahkan sekolah, bukan tempat untuk melahirkan generasi yang pintar namun tanpa karakter. Tapi sekolah adalah tempat untuk mempertahankan semangat berprestasi, semangat kebaikan agar mampu bertahan hidup dalam beragam tantangan.

Pendidikan karakter adalah ruh inti dari proses pendidikan. Pendidikan yang tidak hanya bertumpu pada logika (pikiran) tapi mampu memperkokoh etika (hati dan spiritual), estetika (rasa), dan kinestetik (perilaku). Maka melalui pendidikan karakter, proses belajar intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler yang berlangsung sekolah harus terintegrasi dan berbasis pada pengembangan budaya sekolah.

Bila disadari, Kurikulum 2013 yang diberlakukan saat ini justru diorientasikan agar lebih memiliki muatan pendidikan karakter pada diri siswa. Agar dapat menumbuhkan budi pekerti dan menguatkan karakter positif siswa. Ini berarti, sekolah dan guru harus dekat dengan siswa. Agar mengenal kepribadian dan perilaku siswa. Karena sekolah, sekali lagi, bukan hanya untuk mencapai target intelektualitas semata, namun juga kepribadian siswa.

Berat dan ketatnya hidup dan peradaban masa kini, sungguh hanya bisa "dilawan" oleh siswa dan generasi yang memiliki karakter. Keluaran pendidikan yang mau berpikir positif, optimistik, kreatif, dan mampu berkompetisi dengan mengedepankan akhlak dan budi pekerti.

Fenomena siswa menantang guru harus menjadi sinyal agar dunia pendidikan "kembali ke khittah" untuk memprioritaskan pendidikan karakter siswa. Melalui pendidikan karakter, pendidikan mengharamkan: 1) adanya perilaku kekerasan dalam belajar, apapun bentuknya dan dari siapapun, 2) tumbuhnya paham radikalisme dan intoleransi sekecil apapun, dan 3) terjadinya plagiarisme dan pelecehan nilai-nilai ilmiah di manapun dan oleh siapapun.

Konsekuensinya, guru sebagai ujung tombak pendidikan pun harus berani berbenah diri, mau meningkatkan kompetensi. Guru bukan hanya harus berwibawa di depan kelas. Tapi memiliki kemampuan pedagodik yang menyenangkan, bukan membosankan. Karena guru adalah kreator pembelajaran, bukan pelaksana kurikulum. Hari ini, pendidikan sangat membutuhkan guru yang mampu mengajar dengan hati, bukan hanya logika.

Sekali lagi, inilah momentum untuk kembali ke pendidikan karakter. Agar tidak ada lagi kasus "siswa menantang guru" dan sejenisnya di sekolah. Kita patut kasihan terhadap dunia pendidikan. Karena sudah terlalu banyak diskusi tentang teori-teori untuk memajukan pendidikan. Tapi di saat yang sama, kita mengabaikan arti penting pendidikan karakter. Sungguh, sangat sulit bagi pendidikan, bila belajar pada akhirnya "meninggalkan" karakter manusia seperti yang seharusnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun