Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Siswa Menantang Guru, Fenomena Apa?

28 Maret 2019   22:30 Diperbarui: 28 Maret 2019   22:57 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada apa di balik fenomena siswa menantang guru?

Kasus siswa SMP PGRI Wringinanom Gresik menantang gurunya di dalam kelas mengundang reaksi banyak pihak. Sebelumnya, ada siswa SMP Negeri di Takalar menganiaya petugas kebersihan di sekolah. Bahkan persis setahun lalu, guru Budi merenggut nyawa di tangan siswanya sendiri di Sampang. Belakangan ada fenomena, siswa berani menantang guru.

Siswa kian berani menantang guru. Bahkan berani mengancam atau melakukan kekerasan pada guru. Menurut data KPAI, setidaknya ada 445 kasus bidang pendidikan sepanjang 2018 dan 51% persen di antaranya merupakan kasus kekerasan baik fisik, seksual, dan verbal. Fenomena ini bisa jadi potret hitam dunia pendidikan Indonesia. 

Siswa tantang guru, bila sering terjadi, sungguh menjadi tragedi dunia pendidikan yang sangat serius. Bagaimana mungkin, siswa tidak terima ditegur guru di kelas?

Revolusi industri 4.0, bisa jadi era yang dikagumi banyak orang. Tapi di saat bersamaan, era disrupsi dunia pendidikan pun menguat. Tatanan pendidikan berubah. Logika menjadi begitu penting daripada etika. Siswa belajar terkesan hanya untuk meraih hasil berupa nilai, bukan proses belajarnya.

Maka tujuan pendidikan nasional untuk mengembangkan siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab kian "jauh panggang dari api". Proses pendidikan kian tercerabut dari akarnya.

Adalah fakta, kualitas pendidikan di Indonesia masih jauh dari memadai. Laporan PISA 2015 menyebutkan, kualitas pendidikan Indonesia berada di peringkat ke-62 dari 69 negara. Sementara UNESCO dalam Global Education Monitoring (GEM) Report 2016, pendidikan Indonesia menempati posisi ke-10 dari 14 negara berkembang. 

Besarnya anggaran pendidikan tahun 2018 yang mencapai Rp444 triliun atau 20% dari total APBN boleh dibilang tidak memberi dampak yang signifikan. Maka, harus ada langkah serius untuk membenahi kualitas pendidikan di Indonesia.

Maraknya fenomena siswa menantang guru adalah soal serius. Karena pendidikan adalah tanggung jawab semua pihak; baik sekolah, guru, siswa, orang tua, dan pemerintah. Sangat salah bila memvonis bahwa pendidikan adalah tanggung jawab guru atau sekolah semata. Apalagi menganggap "uang" adalah segalanya dalam pendidikan. 

Dunia pendidikan hari ini, sungguh dihadapkan pada realitas degradasi moral, karakter, etika, dan peradaban yang menjadi sebab utama terjadinya perilaku menyimpang di sekolah, baik siswa maupun guru. Apalagi di tengah era digital, berapa banyak siswa yang menjadi "yatim piatu semu", anak-anak yang statusnya punya orang tua tapi realitas kesehariannya "tidak dekat" dengan orang tua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun