Menulis itu susah. Menulis itu gak punya waktu. Bahkan menulis itu sia-sia. Maka wajar, banyak orang tidak gemar menulis. Termasuk saya. Di samping susah memilih kata-kata atau diksi, menulis juga sulit untuk menuangkan ide dan gagasan secara tertulis. Lebih enak ngomong. Lebih enak berceloteh. Budaya lisan memang lebih keren daripada budaya tulisan.
Saya, mungkin juga banyak orang lain. Awalnya pasti kesulitan untuk menulis. Apalagi tidak sedikitpun waktu yang disiapkan untuk menulis. Kalo lagi pengen ya nulis. Tapi kalo lagi gak pengen ya gak usah nulis. Namanya juga menulis, gak ada hukumannya kalo gak dilakukan. Apalagi bila gak ada untungnya. Pantas, banyak orang dari dulu gak bisa nulis. Dan sampai sekarang pun gak bisa nulis. Dulu dan sekarang, sama saja, tetap gak bisa nulis.
Sekali begitu juga saya. Awalnya saya pun gak bisa menulis. Gak hobby menulis.
Setelah berpikir. Satu-satunya karya yang ditinggalkan bila suatu waktu saya tidak ada. Ya, hanya tulisan. Hanya buku, hanya artikel koran atau hanya yang dituliskan dan bisa dicari di google search.
Pelan-pelan saya pun belajar menulis di saat kuliah. Tapi persisnya setelah wisuda S1 tahun 1994 saya kian gemar menulis. Apa saja saya tulis. Karena tujuannya sederhana, agar terdokumentasikan. Apapaun pikiran saya, apapun ide saya. Mau bagus atau tidak, mau kerena atau tidak. Semua saya tuliskan. Agar terdokumentasi. Karena tulisan seperti apapun buat saya dalah WARISAN atau LEGACY.
Alhamdulillah, kini saya sudah bisa menulis. Bahkan setiap hari, setiap malam saya pasti menulis. Selalu ada waktu untuk menulis. Tentang apa saja, kapan saja. Saya selalu menulis, menulis dan menulis. Alhamdulillah lagi, menulis pun bisa menambah kocek rupiah saya. Menulis indah. Menulis itu hobby yang bisa jadi pekerjaan.
Ingatlah, profesi yang paling keren di dunia ini itu cuma satu, yaitu "hobby yang jadi pekerjaan dan dibayar".
Menulis itu bukan pelajaran tapi keberanian. Menulis juga bukan teori tapi praktik. Menulis pun perilaku bukan pengetahuan. Zaman now zaman milenial. Banyak orang bikin workshop penulisan, ikut seminar menulis. Tapi sayang, semua itu hanya teori dan pelajaran. Menulis itu pasti gagal kalalu tidka bisa jadi "perilaku atau praktik'. Maka menulislah, karena menulis perilaku kita kebiasaan kita.
Menulis itu hidupku, darahku.... maka menulislah dalam hidup. Seorang penulis adalah pembicara yang mampu menembus ruang dan waktu. Seorang penulis juga harus menjadi seorang pembaca yang baik.
Siapapun, kita, boleh menjadi ilmuwan boleh menjadi orang pintar sekalipun tanpa sekolah. Tapi itu semua kurang bermakna tanpa karya tulisan .... Maka dari sini, menulis dan penulis dimulai.
========
Syarifudin Yunus atau lebih dikenal Syarif Yunus, lahir di Jakarta pada 15 Maret 1970. Meraih gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (1994) dari Universitas Negeri Jakarta (d/h IKIP Jakarta) dan Magister Pendidikan Pasca Sarjana Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta (2006). Kini tengah melanjutkan studi S3 Program Doktor Manajemen Pendidikan di Pascasarjana Universitas Pakuan Bogor atas beasiswa dari Universitas Indraprasta PGRI tempatnya mengajar.
Menikah dengan Preli Oktosari, dikaruniai tiga anak; Fahmi Rifli Pradana (22th), Farid Nabil Elsyarif (17th), dan Farah Gammathirsty Elsyarif (12th).
Bekerja lebih dari 24 tahun sebagai Dosen dan aktif mengajar di Universitas Indraprasta PGRI (sejak 1994) dan pernah menjadi pengajar luar biasa di Universitas Negeri Jakarta (sejak 2010). Pernah berkiprah sebagai Wartawan Majalah Forum Keadilan (1996) dan sangat dekat dengan bidang jurnalistik, komunikasi, kehumasan, penyuntingan, menulis, bahasa dan sastra.
Sudah 25 buku yang dituliskan; 1) Jurnalistik Terapan(2010),2)Bunga Rampai Problematika Bahasa Indonesia(Ed.-2010),3)Kumpulan Puisi & Cerpen "Kata Anak Muda" (Ed.-2011),4) Antologi Puisi "Perempuan Dimana Mereka?" (Ed.-2012),5)Antologi Puisi "Potret Orang-Orang Metropolitan" (Ed.-2013),6)Antologi 44 Cerpen "Surti Bukan Perempuan Metropolis"(Maret 2014),7) Antologi 85 Cerpen "Kecupan Di Pintu Langit" (Mei 2014),8) Antologi 70 Cerpen "Di Balik Jendela Kampus" (Juli 2014), 9) Kumpulan 30 Cukstaw Cerpen "Surti Tak Mau Gelap Mata"(November 2014), dan 10) Antologi Puisi Kritik Sosial "Tiada Kata Dusta Untuk Presiden" (November 2014), 11) Kompetensi Menulis Kreatif (April 2015), 12) Kumpulan Cerpen "Hati Yang Mencari Ibu" (Mei, 2015), 13) Kumpulan Cerpen "Bukan Senyuman Terakhiir" (April 2016), 14) Kumpulan Cerpen "Resonansi Cinta Yang Terbelah" (Mei 2016), 15) Kumpulan Artikel Ilmiah "Bahasa Di Panggung Politik; Antara Kasta dan Nista" (Desember 2016), Kenapa Kau Membenciku (2017), Cerita Bibir Di Atas Tangan (2017) Oasis Dari kampus (2017), Jangan Mencintai perempuan Biasa (2018), Noda Di Ruang Kelas (2018), Sentimen Bahasa Politik (2018), Politik Orang Susah (2018), Jakarta Di Atas Kertas (2019).Â
Sehari-hari bekerja sebagai praktisi bidang dana pensiun dan asuransi dan jiwa, di samping sebagai penggiat Pengelola Komunitas Peduli Anak Yatim CARAKA MUDA YAJFA di Kreo, Cileungsi, Gn. Salak Bogor (1994-sekarang), Penggagas Komunitas Ranggon Sastra Unindra (2006-sekarang), Penggagas Klub Jurnalistik KJPost Unindra (2009-sekarang). Saat ini aktif di berbagai organisasi, antara lain: Ketua IKA BINDO UNJ (sejak 2009- sekarang), Sekjen IKA FBS UNJ (2013-2017) sekarang sebagai Wakil Ketua IKA FBS UNJ, Wasekjen IKA UNJ (2017-2020), dan Pengurus Asosiasi DPLK Indonesia sebagai Kepala Humas dan Pelayanan Konsumen (2003-sekarang).
Sejak 2017 menjadi Pendiri dan Kepala Program Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka dan pengabdi sosial GErakan BERantas BUta aksaRA (Geber Bura) bagi kaum buta huruf di Desa Sukaluyu Kaki Gn. Salak Bogor. Owner & Education Specialis Gema Didaktika (2006-sekarang), dan Juri Bilik Sastra Award RRI hingga sekarang.
Catatan prestasi dan pengalaman yang pernah diraih, antara lain: Dosen Berprestasi Universitas Indraprasta PGRI Jakarta (2009), Asia Communicator's Conference di Hongkong (2002 & 2004), Pemenang 'Relawan Sejati' Manulife Indonesia (2002), Winner Citizenship Award-Star of Excellence Manulife Financial Asia di Hongkong (2003), meraih Gold Quill of Excellence Award -- Crisis Communication Team dari International Association Business Communicator (2002), Inisiator & Presenter Corporate Social Responsibilty (CSR) Award 2005 -- 3rd The Best Practise in Social Program, Inisiator & Pemenang Rekor Bisnis Award bidang CSR dari Harian SINDO & Tera Foundation (2010), Pemenang Marketing Dream Team Champion 2010 dari Majalah SWA & MarkPlus, dan Peraih Rekor Bisnis Award 2014 bidang Employee Benefits dari Koran Sindo & Tera Foundation (Mei 2014), Nara Sumber ASEAN Literary Festival -- ALF 2016.
Berbagai aktivitas yang digelutinya, telah mengantarkan dirinya meneguk inspirasi dari 9 negara, seperti: Hongkong, Singapore, Malaysia, Thailand, Shanghai Cina, Perth Australia, Seoul Korea Selatan, Tokyo Jepang, Madinah-Mekah Saudi Arabia.
Satu tradisi yang selalu dilakukannya hingga kini "selalu menulis setiap malam dan mempertahankan kreativitas". Komitmennya sederhana: ingin terus menulis dan berkarya !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H