Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Politik Silat Lidah, Senang Berbantah untuk Sensasi

12 Januari 2019   12:17 Diperbarui: 12 Januari 2019   13:14 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hati-hati, sekarang ini lagi musim silat lidah. Bareng sama musim duren, beriringin sama musim hujan. Hampir semua topik, apalagi politik jadi arena permainan silat lidah. Saling berbantah, saling adu argumen. Biar semua jadi "abu-abu", biar gak jelas mana yang benar mana yang salah.

Penyebar hoaks "7 kontainer surat suara tercoblos" sudah ditangkap. Sekarang buru-buru bilang "tidak kenal sama orangnya". Si VA ketangkap di dalam kamar hotel sama cowok diduga terlibat prostitusi online, lalu dibantah cuma jadi korban, atau dijebak. Ahh, semua itu cuma silat lidah. Emang udah musimnya, silat lidah.

Paling anyar dan saking bencinya, Om AR sengaja bikin buku "revolusi moral" untuk mengalahkan "revolusi mental" Pak JW. Apapun modelnya, semua bagian dari silat lidah.

Benar kata pepatah "lidah tak bertulang". Itulah kiasan yang pas buat orang-orang yang pandai bersilat lidah. Kata-katanya manis yang keluar dari mulutnya. Tapi perilaku dan realitasnya, tidak semanis lidahnya. Silat lidah jadi gaya hidup dan budaya yang kian digemari. Begitulah, silat lidah.


Hati-hatilah. Ketika kita senang berbantah-bantahan seperti politisi itu. Senang menuding, menebar berita bohong, menghujat dan membenci. Itu semua bagian dari pekerjaan orang-orang pesilat lidah. Selalu saja ada yang harus dibantah. Fakta atau bukan, nyata atau tidak dianggap sudah tidak penting. Asalkan masih bisa bersilat lidah. Musim silat lidah, makin gak jelas. Apa yang dibantah, dan kenapa harus dibantah?
Hari-hari ini, mungkin di bulan-bulan ke depan. Suguhan silat lidah bisa jadi makin membahana. Apalagi di medsos, para pendukung dan tifosi politik pun saling mempertontonkan "drama silat lidah" yang tidak berkesudahan. Namanya pertunjukkan "silat lidah". Adu komentar, adu argumen. Tentang siapa yang layak dibela, siapa yang harus dibenci? Seringkali, silat lidah tidak menghibur pun tidak mencerahkan. Mendingan meme si "Dildo" pasangan capres cawapres fiktif itu.

Sungguh, silat lidah memang sebuah "pertarungan" yang tak akan pernah usai. Seperti orang-orang di warung kopi, makin banyak berdalih makin asyik. Makin mahir memutar balik fakta, makin keren. Makin banyak koar tanpa data dikira makin ciamik. Begitulah pikiran pesilat lidah.

Yang hoaks dianggap nyata, yang nyata dianggap hoaks. Bila benar dibuat salah, sedangkan salah malah dibilang benar. Silat lidah, begitulah akibat nafsu kekuasaan dan kebencian yang akut.

Silat lidah itu ibarat menonton atraksi 'tong setan' zaman dulu. Atas nama kepedulian, lalu membangun argumen bak motor "tong setan" yang berputar-putar di arena bulatan kerangka besi. Padahal di situ-situ saja. Tapi kesannya, seperti sudah melakukan perjalanan jauh. Kita yang nonton hampir gak percaya, dis-orientasi, hingga kehilangan logika. Bahkan kehilangan kata-kata saking kagum dan takjub. Pesilat lidah memang penuh tipu daya.

Hati-hati, ini lagi musim silat lidah.
Pesilat lidah itu sangat pandai menyembunyikan fakta-fakta yang merugikan dirinya. Tapi hebatnya, mereka mampu menonjolkan hal-hal yang menguntungkan dirinya. Selalu ada segudang 'amunisi' argumen untuk menghantam lawan politik, lawan yang dianggap beda pilihan. Maka ketika itu terjadi, kata-kata pun diputar balik lalu menyerang seperti bumerang.

Bukan bersilat lidah namanya. Bila gak punya jurus-jurus untuk berkelit. Jurus jitu untuk mencari pembenaran semu. Jurus untuk membela kepentingan sendiri atas nama kepentingan bangsa. Aneh bin ajaib.

Ketika bersilat lidah.
Orang yang tidak mengerti pun seolah tahu banyak. Silat lidah itu bikin lupa, apa yang ada hari ini adalah hasil dari proses masa lampau yang terus berjalan. Bahkan pesilat lidah itu pun punya spirit yang luar biasa, katanya "agar maslahat buat umat dan kebaikan bangsa". Tapi cara-caranya kontraprofuktif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun