Mungkin, kita boleh tidak percaya. Bahwa masih ada orang-orang buta huruf di sekitar kita. Mereka bukan hanya tidak bisa baca. Tapi juga tidak bisa menulis. Tidak bisa baca tidak bisa menulis. Berhitung pun hanya bisa urusan duit atau uang.Â
Persis seperti yang dikatakan Arniati, ibu 1 anak di Kp. Warung Loa Desa Sukaluyu Kaki Gn. Salak. "Jujur Pak, saya pengen sekali bisa baca bisa tulis. Tapi selama ini gak ada yang ngajarin. Sedih rasanya. Gimana cara saya bisa mendidik anak kalo saya sendiri gak bisa baca gak bisa nulis" katanya.
Sekali lagi, Ibu Arniati hanya 1 dari banyak perempuan dewasa yang tidak bisa baca dan tulis. Buta huruf, pasti bukan keinginnannya. Tapi keadaan keluarga di masa kecil dan lingkungan-lah yang telah "membesarkan" dia menjadi buta huruf. Lalu, siapa yang harus peduli terhadap tetangga atau saudara kita yang masih buta huruf di zaman milenial atau zaman supermodern ini?
Atas realitas itu, saya memberanikan diri membuat GErakan BERantas BUta aksaRa (GEBER BURA) di Kp. Warung Loa Desa Sukaluyu Kec. Tamansari Kab. Bogor. Sebuah gerakan aksi nyata untuk memberantas buta huruf masyarakat. Karena niat baik, sama sekali tidak berguna bila tidak diikuti dengan aksi nyata.
Melalui Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka yang saya dirikan setahun lalu, GEBER BURA pun sudah berjalan sebulan inim ada 5 ibu-ibu yang buta huruf ikut dalam program berantas buta aksara. Memang tidak mudah, tapi kesabaran sangat diperlukan untuk mengajari lalu mendampingi ibu-ibu yang buta huruf agar bisa membaca dan menulis.Â
Budaya literasi yang didengung-dengungkan orang-orang pintar. Tentu bisa jadi "jauh panggang dari api" bila masih ada orang yang buta huruf di sekitar kita. Apalah artinya kepintaran dan kecerdasan sehebat apapun, bila masih ada kaum yang patut "dibebaskan" dari pedihnya buta huruf.
Memberantas buta huruf, selain butuh komitmen juga dibutuhkan kesabaran. Sabar jadi kata kunci buat gerakan berantas buta huruf. Karena sebagian besar orang yang buta huruf, pasti sudah terlalu lama tidak mengeja kata-kata, tangannya kaku untuk menulis. Bahkan hati dan pikirannya terlalu jauh dari "bacaan". Memang harus sabar agar bisa berantas buta huruf.Â
Sabar itu penting. Sabar itu sikap sekaligus perilaku. Karena hari ini, makin banyak orang yang tidak sabar. Tergesa-gesa, ingin semuanya terburu-buru. Ingin serba instan. Kita sering lupa, tidak akan pernah ada hasil tanpa proses yang dijalani.
Membuat kaum buta huruf jadi bisa baca dan tulis sama sekali tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dibutuhkan waktu dan kesabaran yang konsisten. Agar mereka betul-betul "terbebas" dari buta huruf.
Siapapun pegiat sosial, yang ingin memberantas buta huruf. Sabarlah. Sebuah tujuan mulia akan indah pada waktunya. Karena orang sabar adalah mereka yang mampu bertahan dalam proses dan mampu melawan sifat alami ketidaksabaran yang ada dalam diri tiap manusia. Sabar itu ada ketika kita mampu menahan "sengsara" dari proses untuk membebaskan orang dari derita buta huruf.