Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Asesor LSP Dana Pensiun Lisensi BNSP - Edukator Dana Pensiun - Mantan Wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku diantaranya JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kisah Tukang Duren yang Tak Ingin Menghibur Orang Lain

27 Desember 2018   22:07 Diperbarui: 29 Desember 2018   21:40 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hingga larut malam begini, dagangan duren belum juga laku. Nongkrong dari siang sejak pasar di buka. Tapi hanya segelintir orang saja yang membelinya. Badan sudah kurus kering. Keringat pun bercucur deras. Tapi lagi-lagi, dagangan duren pun belum laku.

Kenapa gak laku?

Karena pembeli menawar terlalu murah. Emang nanam duren gampang. Bukannya gak boleh nawar tapi sepantasnya dong. Buat tukang duren mendingan gak laku daripada dibeli dengan harga yang murah.

Begitulah hidup manusia. Kadang laku kadang tidak. Kadang di atas kadang di bawah. Kadang laris kadang gak laris. Itu semua sudah biasa. Segala yang terjadi, sungguh sudah sesuai dengan "garis edar"-Nya kok. 

Pilpres besok juga begitu kira-kira. Ada yang laku ada yang gak laku. Siapapun, pasti sudah sesuai hukum-Nya. Jadi buat apa, mencemooh apalagi menghujat sambil menanam rasa benci pada pemimpin, pada orang lain. Gak ada guna. Narasi sehebat apapun kalo dasarnya "pikiran negatif" pasti gak laku. Jadi jauh lebih elegan atau lebih baik, bila membangun narasi yang positif. Daripada sangkaan atau cemoohan yang gak berarti. 

Apalagi buat saya, sudah sangat jelas pilihannya. Tanpa perlu menjelekkan yang lain pun, saya sudah tahu siapa yang harus saya pilih. Tentu, yang punya track record alias rekam jejak. Tentu, dengan segala kurang dan lebihnya. Realistis saja. 

Dan bila berbeda pilihan pun gak masalah. Seperti tukang duren, kalo gak cocok harga gak masalah. Konsekuensinya, nongkrong seharian tetap dagangannya gak laku. Gak masalah. Kalo cocok harga, silakan durennya dibawa pulang. 

Buat tukang duren yang gak laku. Mungkin, lebih baik tidak dibeli daripada harganya terlalu rendah. Tentu sebagai tukang duren, saya gak bisa menyenangkan semua pembeli. Begitu pula dalam hidup. KITA SAMA SEKALI GAK PERLU MELAKUKAN SESUATU UNTUK MENYENANGKAN ORANG LAIN. Aktivitas, sikap dan perilaku kita itu tidak mungkin dibuat untuk meng-entertain orang. Maka jalani saja asal tidak untuk mencelakakan atau menjelekkan orang lain. Itu yang namanya "kebaikan". Baik itu penting hari ini. Daripada menebar ketidak-baikan. Atau nelongso karena gak suka pada orang lain.

Orang baik, dengan segala capaiannya, pasti ada saja orang yang gak suka. Jangankan presiden, tukang duren juga kalo panenannya bagus-bagus, banyak kok orang yang gak suka. Makanya doa mereka, kalo bisa durennya busuk dan gak bagus. Itu semua sudah biasa. 

Maka, buat tukang duren seperti saya, sama sekali gak sudi buang-buang waktu untuk memikirkan kejelekan orang lain. Apalagi menghibur orang lain. Kebaikan yang banyak saja belum tentu bisa saya lakonin, apalagi yang jelek.

Sebagai tukang duren, saya lebih suka berpikir. Bagaimana bisa berproses untuk menghasilkan buah duren yang bagus, yang enak. Kalo di pasar gak laku, tentu gak masalah. Duren itu lebih baik dibagikan ke tetangga saja. Biar bisa jadi pahala. Karena hidup bukan melulu soal uang apalagi pangkat dan status sosial.

Maka hari ini, bila masih ada teman-teman tukang duren yang berjuang mati-matian untuk menghibur orang lain pun gak masalah. Asal jangan lupa saja, untuk tetap "menjadi diri sendiri".

Karena tukang duren ya tukang duren. Bukan orang lain, bukan siapapun yang harus terhibur. Karena hakikatnya, hidup kita ada di tangan-Nya. Bukan di tangan orang lain, bukan pula di tangan tukang duren.

Biar gak laku, tukang duren gak pernah mengeluh. Apalagi mencemooh atau membenci pembeli yang menawar terlalu murah. Sama sekali gak perlu, bahkan tidak penting. Karena tukang duren, tetap punya sikap dan punya keputusan. Tanpa harus dipengaruhi orang lain.

Di atas semua itu, tukang duren hanya sedikit berpikir dan merenung. "Katanya zaman  sudah berubah tapi perilaku tidak berubah. Orang banyak yang berubah tapi tingkah laku ternyata belum berubah.... ciamikk #KisahTukangDuren

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun