Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kisah Pilu Pekerja di Masa Pensiun

13 Desember 2018   08:18 Diperbarui: 13 Desember 2018   08:21 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun ini, Mawar (45 tahun) giliran memasukkan putra keduanya di SMA. Sementara tahun depan, putra pertamanya juga akan masuk kuliah. Pontang-panting Mawar mencarikan dana sekolah anak-anaknya. Sementara ia sendiri, mungkin 10 tahun lagi harus pensiun. Berhenti bekerja karena usia pensiun telah tiba.

Mawar kini tak bisa lagi menyembunyikan kegundahannya. Seperti tahun lalu, tahun ini mungkin juga tahun depan pun ia harus mengeluarkan banyak biaya. Selain untuk biaya sekolah anak, belum lagi kebutuhan hidup sehari-harinya. Maklum, Mawar seorang wanita karir yang single parent. Ia kian menyesal, karena tidak menyiapkan dana pendidikan anak-anaknya sejak dulu.

Kini, Mawar mengakui. Dia selama ini tidak pernah menyadari akan muncul masalah-masalah keuangan di masa datang. Entah itu biaya sekolah anak, atau mungkin biaya sehari-hari yang harus dipenuhi saat masa pensiunnya tiba.

Sebagai pekerja, Mawar sadar betul. Menabung untuk hari tua memang sangat diperlukan. Apalagi biaya hidup, dari yang kecil hingga yang besar, harus muncul dan ada setiap hari. Dari bulan ke bulan, dari tahun ke tahun, biaya apapun akan terus meningkat. Di saat masih bekerja, mungkin tidak masalah bagi Mawar. Tapi kini Mawar kian "ketakutan", gimana jika dia sudah pensiun? Dari mana ketersediaan dana untuk memenuhi kebutuhannya bisa dipenuhi?

Mawar, persis seperti pekerja lainnya, tentu akan semakin khawatir dengan masa pensiunnya. Jangankan di masa pensiun, di masa bekerja saja dia harus pontang-panting memenuhi kebutuhan dan biaya yang harus ditanggungnya.

Bercermin dari kasus Mawar, sangat wajar bila pekerja di Indonesia pasti tidak siap untuk pensiun. Maka, masa pensiun akan semakin menakutkan. Apa yang bisa diperbuat, bila seorang pekerja tiba-tiba harus berhenti bekerja? Atau masa pensiunnya tiba sebentar lagi?

Faktanya, banyak pekerja di Indonesia memang tidak siap pensiun.

Tabungan di bank pun tidak banyak-banyak banget. Saldo tabungan bisa mencapai 3 bulan gaji, itu sudah maksimal. Sementara "pengeluaran" kian melewati ambang batas "pendapatan". Apalagi gaya hidup kian kerena, dan harga barang makin mahal saja. Maka wajar, 73% pensiunan faktanya mengalami masalah keuangan dan bergantung kepada orang lain. Masa pensiun, sungguh kian menakutkan ....

Pasti, masa pensiun menjadi sesuatu yang menakutkan bagi sebagian pekerja. Pentingnya menyiapkan masa pensiun sering terlambat disadari. Bahkan masa pensiun masih dianggap sepele. Hingga waktunya tiba, panik dan menakutkan. Masa pensiun bisa disesali. 

Karena selama bekerja, banyak pekerja yang bergaya hidup konsumeris dan hedonis, lebih senang membeli yang "ingin" bukan yang "butuh". Maka akhirnya, banyak pekerja tidak punya dana yang cukup untuk masa pensiun. Lalu, apa penyebabnya? Setidaknya ada 4 sebab yang bikin pekerja tidak siap pensiun:

1. Tabungannya tidak mencukupi sampai masa pensiun tiba

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun