Kenapa Tempat Bekerja Anda Tidak Mau Sediakan Program Pensiun?
Saat ini masih banyak pekerja yang tidak punya program pensiun. Bahkan data menyebutkan hanya 5% saja dari 50 juta pekerja formal yang sudah mengikuti program pensiun. Ada dugaan, penyebabnya karena perusahaan atau kantor tempat bekerja "tidak atau belum mau" menyediakan program pensiun.
Sekarang Tanya, kenapa perusahaan tempat bekerja Anda tidak mau sediakan program pensiun?
Berbagai spekulasi bisa menjadi jawaban atas pertanyaan itu. Tapi setidaknya, ada 4 alasan yang bisa dikedepankan. Kenapa perusahaan tempat Anda bekerja tidak atau belum mau menyediakan program pensiun bagi pekerjanya? Ke-empat alasannya adalah:
1. Tidak tahu dan tidak paham manfaat program pensiun. Adalah fakta masih banyak perusahaan atau pemberi kerja yang tidak tahu tentang program pensiun. Apa dan bagaimana cara perusahaan bisa sediakan program pensiun? Apalagi perusahaan merasa sudah memiliki program wajib seperti Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP). Maka solusinya adalah edukasi dan sosialisasi ke banyak perusahaan atau pemberi kerja tentang program pensiun harus dilakukan secara masif dan berkelanjutan.
2. Merasa sudah memiliki JHT dan JP, maka tidak perlu program yang lain. Argumen itu tidak sepenuhnya benar. Karena program seperti JHT dan JP hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar dari pekerja di masa pensiun atau hari tua. Patut diketahui, seorang pekerja membutuhkan 70-80% dari gaji terakhir untuk tetap dapat membiayai hidupnya. Sementara yang diperoleh dari iuran JHT dan JP selama bekerja pun diprediksi hanya bisa meng-cover 30% dari yang diperlukan. Maka untuk itu, program pensiun tambahan masih sangat diperlukan untuk "memastikan kecukupan dana" di masa pensiun.
3. Merasa beban biaya pekerja sudah tinggi, tidak perlu tambah lagi. Jika mau jujur, hari ini kontribusi perusahaan atau pemberi kerja kepada pekerja umumnya tidak lebih dari 8,7% per bulan, yang terdiri dari 3,7% untuk JHT, 2% untuk JP, dan 3% untuk BPJS Kesehatan. Memang tidak ada angka yang ideal buat perusahaan atau pemberi kerja dalam menyiapkan paket kompensasi kepada pekerja. Tapi atas alasan untuk mempersiapkan masa pensiun yang sejahtera, harusnya perusahaan bisa mencari formula tambahan yang bisa direncanakan untuk program pensiun pekerja.
4. Tidak tahu mekanisme program pensiun. Bila perusahaan "belum punya dana" untuk menyediakan program pensiun tambahan, tentu bukan berarti tidak bisa memiliki program pensiun. Karena iuran program pensiun seperti DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) bisa berasal dari pekerja dan bisa dari perusahaan. Maka atas kepentingan fasilitas perpajakan, seharusnya perusahaan pun tetap bisa memberikan layanan administrasi melalui "system payroll" perusahaan untuk memotong iuran program pensiun bagi pekerja yang berminat.
Maka ke depan, perusahaan atau pemberi kerja patut mempertimbangkan. Penyediaan program pensiun sukarela seperti DPLK untuk pekerja adalah soal moralitas, soal spirit dalam mempersiapkan masa pensiun pekerjanya sendiri. Tidak melulu soal uang atau soal iuran. Kemudahan memberikan akses untuk memiliki program pensiun kepada pekerja, ada iuran atau tidak ada iuran dari perusahaan, harusnya bisa dilakukan. Jadi, ini soal "goodwill" atau iktikad baik dari perusahaan itu sendiri.
Entah kenapa, perusahaan atau pemberi kerja masih "terbiasa" membayarkan manfaat pensiun atau pesangon karyawannya dengan cara "pay as you go", ketika waktunya tiba baru dibayarkan. Padahal, setiap tahun perusahaan pun mencatatkan kewajiban imbalan pasca kerja pekerjanya di laporan tahunan. Namun sayang, dananya tidak dipisahkan. Sehingga pada saat diperlukan, bisa jadi dananya tidak tersedia. Inilah yang bisa memicu persoalan baru dengan pekerja.
Di sinilah, potensi "arus kas atau cash flow" perusahaan dapat terganggu. Apalagi bila jumlah uang yang harus dibayar ke pekerja tergolong besar. Sungguh, menjadi beban buat perusahaan.
Karena itu, penting buat pekerja atau perusahaan untuk mulai mencicil dana pensiun secara berkala. Salah satunya melalui program pensiun DPLK yang sesuai dengan Anda.
Kenapa harus melalui program pensiun DPLK?
Karena memang DPLK didedikasikan untuk menyiapkan ketersediaan dana yang memadai di masa pensiun bagi tiap pekerja. Sementara program lainnya, seperti asuransi atau reksadana hanya bersifat alternatif. Secara aturan, "kendaraan" program pensiun sukarela atau tambahan yang paling pas adalah DPLK, sementara program yang wajib ada di JHT dan JP yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan.
Dengan menjadi peserta program pensiun melalui DPLK, setidaknya ada manfaat yang bisa dinikmati oleh pekerja, antara lain: 1) adanya jaminan kesinambungan penghasilan di masa pensiun atau hari tua, 2) adanya pendanaan yang "sudah pasti" untuk masa pensiun, 3) iuran dibukukan langsung atas nama pekerja, 4) iuran yang dibayarkan menjadi pengurang pajak penghasilan (PPh21), dan 5) mendapat hasil investasi yang bebas pajak
Sementara manfaat bagi perusahaan bila ikut DPLK, antara lain: 1) memenuhi kewajiban imbalan pasca kerja kepada karyawan sesuai UU 13/ 2003, 2) menghindari masalah cash flow perusahaan di kemudian hari, 3) Iuran perusahaan dapat mengurangi pajak penghasilan badan (PPh25), 4) menjadi nilai tambah perusahaan, di samping biayanya murah, dan 5) dapat disesuaikan dengan kondisi perusahaan, bersifat fleksibel.
Adalah fakta, bahwa 90% pekerja di Indonesia sama sekali tidak siap pensiun. Bahkan 93% pekerja pun menyatakan tidak tahu akan seperti apa di masa pensiun, selepas tidak bekerja lagi. Riset menunjukkan 73% pensiunan akhirnya mengalami masalah keuangan, 19% pensiunan "terpaksa" bekerja lagi, dan hanya 9% pensiunan yang benar-benar sejahtera dan mampu menikmati masa pensiun.Â
Sementara itu, angka harapan hidup orang Indonesia terus meningkat, saat ini mencapai 72 tahun. Maka bila menggunakan Usia Pensiun 55 tahun, masih ada masa kehidupan 17 tahun setelah pensiun. Lantas, dari mana biaya hidup pensiunan setelah tidak bekerja lagi? Realitas inilah yang patut menjadi pertimbangan untuk mulai menyiapkan masa pensiun pekerja dari sekarang.
Jangan tunda lagi. Maka penting bagi perusahaan dan pekerja untuk mulai mencicil program pensiun DPLK secara rutin, sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya.
Ketahuilah, struktur gaji pekerja di Indonesia itu lebih banyak tunjangannya daripada gaji pokoknya. Sementara pesangon atau manfaat pensiun, seringkali dibayarkan berdasarkan nilai "gaji pokoknya". Maka di situ, ada potensi besaran manfaat pensiun dan pesangon pekerja tidak terlalu besar. Atas dasar itu, sangat diperlukan program pensiun tambahan seperti DPLK.
Pekerja, di manapun, pasti dapat membeli apapun ketika masih bekerja. Tapi kenapa mereka tidak bisa membeli "kepedulian" untuk masa pensiun mereka sendiri. Agar lebih sejahtera, lebih mapan di masa pensiun saat tidak bekerja lagi, saat tidak berpenghasilan lagi.
Mumpung belum terlambat. Maka bersegeralah untuk memiliki program pensiun DPLK. Karena masa pensiun, bukan soal "waktu" tapi soal "keadaan". Mau seperti apa dan kayak apa? Â PENSIUN itu bukan "gimana nanti" tapi "nanti gimana". Zaman now, kok belum punya program pensiun DPLK ? #YukSiapkanPensiun #LiterasiPensiun
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H