Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

4 Sebab Banyak Orang Tidak Tahu DPLK

6 Desember 2018   09:08 Diperbarui: 6 Desember 2018   09:26 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Agak menggelitik pertanyaannya, mengapa ya banyak orang tidak tahu DPLK?

DPLK itu Dana Pensiun Lembaga Keuangan, lembaga yang menyelenggarakan program pensiun iuran pasti (PPIP) yang tujuannya untuk menyiapkan ketersediaan dana untuk membiayai kehidupan pada masa pensiun, saat tidak bekerja lagi.

Karena memang faktanya, tingkat literasi dana pensiun versi OJK tahun 2016 hanya sebesar 10,9%, sedangkan tingkat inklusi atau orang yang sudah memiliki program dana pensiun hanya 4,6%. Sungguh masih, sangat kecil bila dibandingkan potensi pasarnya yang mencapai 50 juta pekerja formal dan 70 juta pekerja informal. 

Mungkin karena itu pula, hasil riset menunjukkan 73% pekerja di Indonesia justru mengalami masalah keuangan di masa pensiun. Bahkan 90% pekerja di Indonesia hari ini sama sekali tidak siap untuk pensiun. Mengapa? Mungkin karena mereka tidak tahu DPLK. 

Banyak orang Indonesia tidak tahu DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan).

Segudang pertanyaan bisa dijadikan tolok ukur. Apa itu DPLK? Bagaimana cara kerja DPLK? Kenapa DPLK? Apa manfaat DPLK? Selagi banyak orang tidak tahu jawaban pertanyaan-pertanyaan di atas, memang berat industri DPLK dapat berkembang seiring potensinya yang sangat besar. Jangankan orang membeli DPLK, tahu dan paham manfaatnya belum.

Buat saya, kenapa saya harus membeli sesuatu?

Siklus saya sederhana saja. SAYA BELI APAPUN (bila) SAYA YAKIN MANFAATNYA (karena) SAYA PAHAM CARA KERJANYA (setelah) SAYA TAHU GUNANYA (karena) SAYA TIDAK TAHU SEBELUMNYA. Maka siklus DPLK pun harusnya begitu, mengubah orang yang TIDAK TAHU jadi TAHU sehingga PAHAM lalu YAKIN dan akhirnya BELI.

Jadi, mengapa banyak orang tidak tahu DPLK?

Setidaknya, dalam pikiran saya, ada 4 sebab orang tidak tahu (dan atau makin tidak tahu serta tidak peduli) DPLK karena:

  • Kurangnya edukasi dan sosialisasi DPLK; kegiatan yang bersifat edukasi dan sosialisasi akan pentingnya mempersiapkan masa pensiun dan cara pendanaan kebutuhan masa pensiun melalui DPLK memang sangat minim, tidak masif, dan tidak berkelanjutan. Jadi, harus gimana dong?
  • Cara berpikir urusan pensiun "gimana nanti" bukan "nanti gimana"; sehingga membuat banyak orang "jalan di tempat" dan semakin nyaman dengan pikirannya sendiri. Apakagi ditambah alasan kondisi saat ini bisa cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sudah bagus, boro-boro mikirin masa pensiun. Terus, mau gimana dong?
  • Minimnya inovasi pemasaran di DPLK; karena hanya bertumpu pada pola konvensional dengan "door to door" ke pemberi kerja/perusahaan. DPLK sering kali dilihat "big case"-nya atau 'hasilnya" bukan prosesnya. Bila hal ini terjadi, maka "calon nasabh" pun tidak menutup kemungkinan dipilih-pilih.
  • Lebih fokus pada "kendala" (bisa jadi) bukan pada "peluang"; sehingga pelaku DPLK bisa "berpikir terbuka" untuk mencari cara kreatif dalam "membangunkan" kesadaran akan pentingnya program pensiun kepada banyak orang, baik korporasi maupun individu.

Bertumpu pada 4 hal di atas, kiranya menjadi tantangan besar industri DPLK untuk tidak boleh berhenti memberikan dukasi kepada banyak orang, kepada masyarakat akan pentingnya mempersiapkan masa pensiun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun