Jujur, Fulanah bukanlah anak yatim pertama yang menjadi "anak angkat". Tapi anak yatim ke-4 yang selalu saya niatkan bisa lulus SMA. Agar tidak putus sekolah. Bahkan ada yang tinggal serumah denab keluarga saya. Tapi Fulanah tetap di rumah neneknya saja. Tentu, ada pertimbangannya. Belum berakhir, saya pun berniat selulus SMA nanti, Fulanah bisa melanjutkan ke Perguruan Tinggi untuk kuliah. Nah, bila Allah mengabulkan, maka dia menjadi anak yatim pertama yang saya kuliahkan. Wallahu a'lam bishowab.
Mohon maaf, sekali lagi mohon maaf. Â Mungkin sebagian orang, memandang tulisan ini dianggap riya'. Boleh-boleh saja dan silakan. Tapi dari lubuk hati yang paling dalam, tidak begitu. Justru tulisan ini, saya ekspresikan sebagai wujud syukur agar saya "tetap eling" atas kepedulian dan komitmen untuk membina anak-anak yatim. Karena sekarang dan setaip bukan, ada 34 anakyatim binaan yang rutin mengaji di 3 lokasi; Petukangan - Cileungsi - Wr. Loa Gn. Salak. Saya dan mereka, setiap bulan bertemu, mengaji, membaca doa, bernasehat dan menyisihkan sebagian rezeki untuk mereka.
Tidak untuk apa-apa. Selain untuk mengingatkan diri sendiri agar tetap istiqomah dalam berbuat untuk sesama, berjuang untuk kebaikan di jalan Allah. Atas apa yang saya bisa. Selebihnya, Allah SWT yang telah bekerja untuk saya dan keluarga. Agar selalu diberi kesehatan, kemudahan dan keberkahan dalam hidup.
Sekaligus memberi pesan bahwa manusia pada dasarnya 'bukan apa-apa, bukan siapa-siapa". Karena itu, tebarkanlah kebaikan dalam bentuk nyata kepada sesama. Ketika kita menebar kebaikan, maka kebaikan pula yang akan menghampiri kita.
Ketahuilah, sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat untuk manusia lainnya. Tentu, dalam arti sesungguhnya bukan hanya niat atau wacana.
Bersama anak yatim, saya pun belajar. Bahwa mereka bukan anak-anak yang perlu dikasihani. Tapi anak-anak yang harus dibantu oleh kita-kita yang "merasa" mampu. Agar tidak ada anak yatim yang putus sekolah.
Sungguh, di dekat kita, masih ada anak-anak yang tidak seberuntung anak-anak  lainnya. Jangankan menonton TV, makan enak atau berwisata, anak-anak yatim bisa melanjutkan sekolah dan tetap bisa hidup seperti anak-anak lainnya saja menjadi sesuatu yang berharga, luar biasa. Karena ancaman kemiskinan dan kebodohan selalu menghantui mereka.
Sungguh, Allah SWT Â tidak melihat bentuk rupa dan harta benda kita. Tapi melihat hati dan amal kita. Maka buatlah anak-anak yatim selalu tersenyum saat di dekat kita ...Â
Izinkan saya bertanya pada diri sendiri; dari mana saya berasal dan hendak ke mana saya menuju? ... Walllahu a'alam bishowab. (Gunung Salak, 2 Des 2018)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H