Gara-gara politik, banyak orang jadi susah.
Ya, susah alias sulit. Kenapa? Gara-gara dollar naik, ada orang yang meradang. Gembar-gembor, pemerintahnya gagal. Tapi teman saya, dia malah pengen jual asset property-nya, jual tanah-nya. Karena mumpung dollar naik. Biar dapat untung gede. Profit melimpah, katanya.
Ada lagi yang teriak "harga-harga naik; tempe setipsi ATM". Aneh aja buat saya. Teriak susah tapi semua capres dan cawapres itu "harta dan kekayaannya" justru naik dalam setahun terakhir. Jadi yang susah siapa? Orang miskin. Tapi yang teriak orang susah ya si orang kaya. Gak nyambung banget negeri ini. Gak nyambung banget, bung!
Entahlah, politik orang susah emang begitu kali ya.
Semuanya, mereka atas namakan rakyat. Dan katanya, orang semakin susah hidup di sini. Tapi yang ngomong orang-orang kaya yang pada rakus kekuasaan. Susah orang kayak gitu, politik aja jadi mainan. Kasihan, orang yang benar-benar susah, gak ada yang bantuin.
Kadang, saya jadi pengen senyum sendiri.
Cuma di negeri ini, keluh-kesah jadi eksposur. Orasi kebencian dan kemarahan jadi tontonan. Meski hidupnya udah enak, rumahnya besar, mobilnya ada, travelingnya jalan, kulineran tetap oke, bahkan hewan peliharaannya pun mahal. Tapi mereka, tetap saja teriak "merasa susah". Kenapa ya, gak ada dari mereka yang mengakui kehidupan mereka jauh lebih baik sekarang daripada tahun-tahun lalu? Mereka gak bersyukur atau memang mentalitasnya terlalu miskin.
Terus kalo begitu, siapa dong yang mau bantuin "orang-orang yang memang susah, orang miskin"? Orang kaya kok teriaknya susah? Orang kaya kok merasa hidupnya susah? Mereka itu aneh.
Semoga saja orang-orang di medsos gak seperti mereka. Kok, yang dibahas kesusahan dong, kesulitan melulu. Apa mereka yakin negaranya berniat untuk "memiskinkan rakyatnya". Selamat datang deh di era disrupsi, eranya orang-orang ngomong kosong. Orang kaya teriak susah. Orang beneran susah, malah diam saja dan gak ada yang samperin. POLITIK ORANG SUSAH itu ambigu.
Politik orang susah.Â
Bahasanya makin ambigu. Kata-katanya emosional tapi membodohi.