Ketika kita berkomentar nadanya miring. Alias banyak negatifnya. Bisa jadi, itu karena sentimen. Basisnya, ketidak-sukaan, kadang kebencian. Tidak suka negaranya baik. Tidak senang pemimpinnya bekerja. Maka wajar, jika opening ceremony Asian Games yang segitu meriah dan megah pun masih mampu dicemooh, dinyinyirin. Kenapa? Karena sentimen. Sesederhana itu saja.
Sentimen, kadang sah-sah saja. Sentimen boleh saja. Apalagi di medsos. Boleh dibilang tiada hari tanpa sentimen. Sehingga merebak dan melimpah ruah, kata-kata atau kalimat yang penuh sentimen. Sentimen bahasa politik kian merajalela.
Kalau kata orang bahasa. Sentimen itu "pendapat yang didasari perasaan yang berlebih-lebihan". Kadang, bertentangan dengan pikiran. Jika ada orang yang tidak suka pada kita, itu bisa jadi karena sentimen. Akibat emosi yang berlebihan. Atau karena iri hati; alias gak senang. Bentuk reaksinya ya "sentimen". Atau kaum religius bilang "ghirah".
Kenapa sentimen? Tentu banyak sebab. Tapi survei membuktikan. Sentimen itu terjadi bisa disebabkan karena kita gak kenal orang yang di-sentimen-in. Atau karena beda pendapat, beda pilihan. Ego merasa paling benar, merasa tersaingin pun bias jadi sebab sentimen. Alhasil, orang-orang yang sentimen jadi lebih mudah "mengecap" orang lain lebih buruk dari dirinya. Bolehlah disimpulkan, orang sentimen biasanya terjadi pada orang yang gemar "mengintip" laju orang lain, doyan mencari kesalahan orang lain.
Lalu, apa untungnya mengumbar sentimen?
Sungguh, gak ada untungnya. Bertutur kata, berbahasa penuh sentimen hanya menimbulkan "kerugian". Rugi buat orangnya, rugi buat lingkungannya, bahkan bisa jadi rugi buat yang dibelanya.
Orang-orang yang sentimen kadang lupa.
Bahwa menjauhkan "bahaya" dan dampak buruk dari apa yang dikatakan itu lebih utama daripada memperjuangkan manfaatnya. Menolak terganggunya keharmonian dan persatuan sebagai bangsa itu lebih penting daripada memenangkan orang yang dibelanya. Ciamikk #TGS #SentimenBahasaPolitik  Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H