Kata orang zaman now, masa pensiun mah gimana entar aja. Mumpung ada THR habisin saja. Betul banget dan nggak salah. Kapan lagi bisa nikmatin THR, iya nggak? Musim lebaran musim THR!
Asal tahu saja, THR itu Tunjangan Hari Raya lho, bukan Tekanan Hari Raya. Jadi, jangan karena ada THR atau pas lebaran, kita nggak mampu mengendalikan nafsu konsumtif.
Sehingga, THR, mau besar atau kecil, tetap bilang nggak cukup. Tunjangan itu artinya tambahan (untuk keperluan lebaran). Kalau tekanan itu keadaan yang nggak menyenangkan, malah bikin beban.
Jadi ngomong-ngomong, sudah terima THR belum nih?
Kalau udah, jangan lupa bersyukur. Tapi kalau belum, ya bersabar. Â Rezeki mah nggak bakal ke mana, sudah ada yang nentuin kok.
Menurut sejarah, THR itu pertama kali itu muncul pada masa pemerintahan Presiden Soekarno. Tepatnya pada era kabinet Soekiman Wirjosandjojo pada tahun 1951.
Spiritnya untuk motivasi para aparatur negara dulunya namun karena diprotes kaum buruh akhirnya "diperluas" ke semua pekerja. Â Dan THR dulu dibayarkan tiap akhir bulan Ramadhan atau jelang lebaran. Â
Ya, karena mau lebaran. Biasanya, tiap kali lebaran, semua orang punya kebutuhan dan pengeluaran yang banyak. Ada yang mau mudik, ada yang buat belanja kebutuhan lebaran, pun ada buat belanja anak-anak dan keluarga.
Tapi gak sedikit juga akhirnya THR dipakai untuk beli perabot rumah, ngecat "mempercantik" rumah. Atau bahkan untuk bayar utang. Bahkan nggak sedikit uang THR dipakai untuk rekreasi saat lebaran.
Maklum, lebaran kan ritual rutin setahun sekali. Asal jangan lupa aja, sedekah dari THR.
Pantes kalau begitu, lebaran memang banyak kebutuhan dan pengeluaran ya. Yah intinya, THR harus bisa dikelola dengan bijak. Karena THR itu "Tunjangan Hari Raya" bukan "Tekanan Hari raya". Namanya pas lebaran. Pengen ini, pengen itu, pengen ke sana, pengen ke sini. Tapi sumbernya, cuma dari THR doang. Wajar, THR diharap-harap banyak orang.