Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 49 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengakui Lebih Baik daripada Menuding

23 April 2018   20:57 Diperbarui: 24 April 2018   03:09 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Zaman now, banyak salah mengaku benar. Bahkan ada yang benar malah dibilang salah.

Apa sih yang langka di zaman now, di era milenial seperti sekarang?

Bisa jadi, salah satunya adalah keberanian untuk mengaku atau mengakui. Sebut saja PENGAKUAN. Tentang cara atau perbuatan untuk mengaku; untuk mengakui. Tentu, dalam hal apa saja, dalam hal apapun. Berani mengakui, pengakuan itu langka.

Zaman now itu makin susah mengakui.

Ada yang niatnya benar, caranya salah. Ada yang niatnya salah tapi caranya benar. Ada yang berkata benar disangka salah. Ada yang berkata salah malah dibilang benar. Belajar itu benar, tapi caranya salah. Ilmunya benar tapi praktiknya salah. Sayangnya, keadaan itu sulit untuk diakui.

Besok mau pilkada. Tahun depan mau pilpres. Apa yang sulit ketika terjadi? Hanya pengakuan. Mereka yang kalah akan sulit mengakui yang menang. Mereka yang menang pun hanya bisa ngenyek yang kalah. Pengakuan, memang sederhana. Tapi sulit diterima.

Sama persis sama orang yang puyeng belagak tenang. Orang gak punya duit tapi gayanya selangit. Padahal jomblo tapi belagak sibuk "beduaan", gak tau ama siapa? Atau orang kuliah gak ngerti tapi tangannya lagi ngernyitin dahi, sok serius gitu. Atau mungkin, pemimpinnya belum punya prestasi tapi gayanya sok juara. Dirinya sendiri velum bisa apa-apa tapi mengaku sudah bisa semuanya. Semakin sumir, itulah wujud PENGAKUAN zaman now.

Sulit untuk mengaku, mudah menuding.

Seperti orang tua yang gak pernah ngajarin anak baca Al Qur'an. Giliran di tes gak bisa, yang disalahin guru ngajinya. Seperti orang tua yang anaknya ditanya pengetahuan umum tapi gak bisa jawab. Tapi yang di salahin sekolahnya. Lebih mudah menudin daripada mengaku.

ENTAH, kenapa sulit sih untuk mengakui kekurangan, mengakui kesalahan bahkan kekalahan sekalipun. PENGAKUAN, hari gini emang masih jadi barang langka.

Pernah denger gak, orang pinter dan orang dewasa ngobrol bareng. Mereka bilang gini "Kenapa ya, bangsa Indonesia yang kaya raya gini kok penduduknya masih banyak yang miskin?" Itu mah orang dewasa keder. Dia yang ngobrol, dia yang nanya, kok gak bisa dapetin jawabannya. JAWABANNYA SEDERHANA, KAMU GAK MAU MENGAKUI KALO KAMU ITU GAK BISA NGAPA-NGAPAIN.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun