Zaman now keren. Maju pesat. Cirinya makin banyak "tukang bicara". Lihat aja di TV. Atau ikut seminar. Kayaknya makin banyak aja orang-orang yang pandai bicara, tukang bicara. Kadang, kita salut pada apa yang dibicarakannya. Apalagi ditambah retorika, plus gaya ngomongnya. Woww luar biasa. Hebat emang tukang bicara.
Tukang bicara itu sama artinya dengan jago ngomong. Alias orang yang kerjaannya bicara. Ngomong bae. Apa aja kelihatannya gampang banget diomongin. Bikin negara maju, gampang ngomongnya. Biar ekonomi tumbuh, gampang ngomongnya. Semuanya gampang dan mudah deh di mata tukang bicara.Â
Bicara di muka umum. Ngomong dimana-mana. Terus bilang "negara harusnya gini" , "pemerintah semestinya gini". Kalo dipikir, ada benarnya sih. Serahin aja semua sama "tukang bicara", saya rasa negara ini beres dalam sekejap. Langsung "gemah ripah loh jinawi" deh, ciamikk.
Cuma khawatir aja, takutnya tukang bicara itu bisanya cuma ngomong aja. Pandai bicara tapi tidak pandai berbuat. Alias yang diomong, gak pernah dia lakukan. Terus, siapa yang bisa buktikan "yang diomong" sama persis dengan "yang diperbuat"?
Negeri ini katanya indah. Tapi berapa banyak masalah yang terlalu mudah diperdebatkan. Didiskusikan di depan publik. Disorot media. Dipakein mic, tiap ditanya dijawab. Hebat hebat semua. Sayang itu semua tukang bicara; jago ngomong. Seakan, semuanya beres dengan dibicarakan, diomongin. Â Â
Tukang bicara kalo udah pake retorika. Keren dan luar biasa dah. Yang salah jadi benar, yang benar bisa jadi salah. Jeleknya lebih banyak dari baiknya. Tapi sama tukang bicara bisa di balik. Jadi, baiknya lebih banyak dari jeleknya. Padahal, ahhh itu semua retorika doang. Abis itu, akal sehat dan hati nurani diabaikan. Abis itu, dikasih deh bumbu agama sedikit. Jadilah tuh barang ....
Aneh kadang. Kita bela rame-rame kedaulatan negeri ini saat dilecehkan bangsa lain. Tapi di saat yang sama, kita juga mudah tercerai berai akibat beda pilihan, beda idola. Tapi ikrarnya bilang; satu bangsa, satu bahasa, satu tanah air.Â
Cuma khawatir aja.
Tukang bicara itu makin banyak kicau karena mereka galau, resah. Mereke itu sedang memperjuangkan mimpi-mimpi mereka yang gak kesampean. Kenapa bisa? Karena mereka sedang hidup di "negeri fantasi" bukan di "negeri realitas". Utopis abisss.
Jadi tukang bicara itu bagus. Jika diikuti dengan perbuatan. Apa yang diomong harus sama dengan yang diperbuat. Jangan jadi orang yang pandai bicara. Hanya untuk melemahkan orang lain. Pandai cari salah orang lain. Tapi gak pandai cari kesalahan diri sendiri. Ujungnya, salah dan benar bukan lagi ajaran. Tapi dibikin jadi retorika. Serem gak sih...
Tukang bicara; jago ngomong. Mahir menangkis pertanyaan. Memang itu anugerah yang patut disyukuri. Tapi bukan jaminan adanya kebaikan, kebenaran, bahkan kejujuran di dalamnya. Seperti kata hadits, "Yang paling aku takuti atas kamu sesudah aku tiada adalah orang munafik yang pandai bersilat lidah." Mari kita renungkan ....
Saya juga jadi ngeri. Jangan-jangan tulisan ini juga cuma pandai bicara. Merasa sok jago bertutur kata. Tapi setidaknya, saya sudah mengingatkan diri sendiri. Alias sadar. Tentu, lewat tulisan. Biar jadi renungan.
Hati-hati aja jadi tukang bicara.
Karena zaman now, banyak orang yang hanya pandai bicara. Tapi prakteknya NOL BESAR. Ciamikk
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H