Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Asesor Kompetensi Dana Pensiun - Mantan Wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku diantaranya JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Orang Zaman Now, Susah "Nrimo"

6 Februari 2018   23:14 Diperbarui: 6 Februari 2018   23:52 613
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang zaman now itu susah "nrimo".

Nrimo. Saya memang bukan orang Jawa. Tapi saya suka pada kata "nrimo" alias menerima. Kenapa? Gak tau. Seneng aja, boleh kan?

Ya, nrimo. Artinya "menerima" realitas atau kenyataan. Karena harapan kadang berbeda dengan kenyataan. Nrimo, karena gak semua yang kita pikir baik, itu baik juga buat orang lain. Bahkan dalam banyak sisi hidup, kita memang perlu lebih nrimo, lebih legowo.

Nrimo. Dapat banjir kiriman dari Bogor, orang Jakarta harus nrimo. Dapat "kartu kuning" ya nrimo aja. Kena OTT KPK ya harus nrimo dong. Kalo gak nrimo, emang mau ngapain?

Jadi, nrimo itu apa ?

Nrimo itu ya menerima. Menerima apa yang sudah dianugerahkan-Nya. Nrimo kalo Presiden kita kayak gitu. Nrimo kalo temen kita begitu. Nrimo kalo kita masih banyak kurangnya. Nrimo kalo yang kita terima itu cukup, bukan ora cukup hehe. Sok tau banget nih tulisan.

Nrimo apaan? Apa aja nrimo. Abis zaman now, banyak banget orang yang gak bisa nrimo. Gak bisa nrimo pendapat orang lain. Gak bisa nrimo sudut pandang yang beda. Sampe-sampe gak bisa nrimo hidupnya sendiri. Katanya kita percaya, hidup udah ada yang ngatur. Tapi kenapa masih banyak yang gak nrimo?. Asal udah ikhtiar, ya tugas kita tinggal nrimo. Enak kan ...

Nrimo itu bukan kepasrahan.

Karena nrimo itu harus didahului ikhtiar. Usaha dulu. Apapun hasilnya baru nrimo, dengan penuh rasa syukur. Kalo kata Bahasa Jawa, nrimo ing pandum. Menerima dengan legowo. Sikap berserah diri terhadap apa yang dianugerahkan Allah. Soal apapun, untuk apapun.

Seperti cerita tetangga saya. Ia baru saja kehilangan kedua anaknya. Anak pertamanya, meninggal dunia. Akibat sakit yang tidak diketahui sebelumnya. Selang setahun kemudian. Anak keduanya yang menghadap Illahi karena tertabrak di jalan saat sedang bermain. Sedih banget. Tapi, tetangga saya tetap tegar dan mampu menutupi rasa dukanya, seolah tidak terjadi apa-apa. Nrimo sekali.

Saat saya ucapkan ikut berduka cita, lalu ia menjawab, "Terima kasih Pak. Anak saya cuma titipan Allah. Kalo diambil sama yang nitip, ya gak apa-apa. Saya nrimo".
 Sungguh buat saya, itu kata-kata yang luar biasa dari mulut seorang ayah. Saya salut dan selalu berdoa yang terbaik untuknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun