Di tengah maraknya ujaran kebencian yang beredar di media sosial, buku “Bedah Teks Ujaran Kebencian dalam Persfektif Bahasa” diluncurkan di Kampus Universitas Indraprasta PGRI Jakarta pada Selasa 19 Desember 2017. Buku ini hadir sebagai kajian ujaran kebencian sebagai teks yang didekati dari persfektif bahasa. Bukan hanya didasari pragmatisme politik semata.
“Tidak mungkin ujaran kebencian diusir dengan kebencian, itulah pesan utama buku yang ditulis dosen dan mahasiswa dalam kuliah Menulis Ilmiah. Kami mendekati ujaran kebencian sebagai teks bahasa, menelaah isi bahasanya lalu ditulis secara ilmiah” ujar Syarifudin Yunus, Dosen Menulis Ilmiah Unindra di sela acara peluncuran dan bedah buku yang dihadiri 60 mahasiswa.
Merebaknya ujaran kebencian atau hate speech tidak bisa ditoleransi lagi. Kasus Saracen hingga proses hukum yang melanda tokoh nasional menjadi sinyal hilangnya sikap santun berbahasa. Banyak orang lupa, tujuan berbahasa adalah untuk menjalin hubungan sosial, bukan malah merusaknya.
Namun pada kenyataannya, komentar dan ujaran kebencian di media sosial dan dunia politik makin marak belakangan ini. Realitas yang kontraproduktif dengan sikap santun berbahasa. Berbahasa yang kebablasan sehingga melanggar etika, menabrak norma sosial dan budaya. Ujung-ujungnya, menimbulkan kegaduhan, menimbulkan polemik hingga berbuntut masalah hukum.
Bahasa terlalu mudah direpresentasikan atas rasa benci. Lalu dijadikkan alat untuk meraih kekuasaan. Bahasa tidak lagi “pesan’ namun berubah jadi “sentimen”. Sungguh, ujaran kebencian, bahasa hujatan, dan bahasa sarkasme menjadi bukti terjadinya penistaaan terhadap bahasa itu sendiri.
“Di tengah hiruk pikuk politik dan proses hukum akibat ujaran kebencian, buku ini hadir sebagai bagian dari proses menulis ilmiah yang dialami mahasiswa di kelas. Inilah bukti bahasa sebagai teks terus digempur oleh ujaran kebencian” tambah Syarifudin Yunus.
Ujaran kebencian adalah bukti sikap meremehkan fungsi bahasa. Kini makin banyak orang yang tidak peduli terhadap bahasa Indonesia. Maka lebih memilih bahasa yang berbeda dan membenci, Bukan memilih bahasa yang mempersatukan.
Buku kumpulan artikel ilmiah “Bedah Teks Ujaran Kebencian dalam Persfektif Bahasa” merupakan karya bersama dosen dan mahasiswa dalam pembelajaran Menulis Ilmiah mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Indraprasta PGRI. Sebuah karya konkret dalam menyikapi ujaran kebencian dari persfektif bahasa.
”Hari ini kita butuh lebih banyak menulis, bukan berkomentar. Ujaran kebencian hanya terjadi karena kita lebih senang berbicara daripada menulis. Maka, buku ini menjadi simbol cara memahami bahasa agar tetap logis, santun, dan bermakna tanpa rasa benci” tambah Syarifudin Yunus lagi.
Maka esok, pemakai bahasa harus dilarang saling menghujat apalagi membenci. Jadikan bahasa sebagai alat untuk mencintai. Itulah ujaran kebencian dalam persfektif bahasa... #UjaranKebencian #MenulisIlmiah #BedahTeksUjaranKebencian
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H