Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pekerja Indonesia Belum "Pension Minded"

13 Desember 2017   13:40 Diperbarui: 13 Desember 2017   13:43 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pekerja Indonesia belum pension minded.

Adalah fakta hari ini. Bahwa dari 100 orang pekerja di Indonesia pada akhirnya di masa pensiun atau hari tua hanya 9% orang yang sejahtera hidupnya, sementara 18% masih tetap ingin bekerja lagi dan yang paling mencengangkan 73% orang hidupnya bergantung kepada orang lain atau keluarganya.

Itu berarti, sebagian besar pekerja di Indonesia "hanya bergantung kepada orang lain" di masa pensiun atau hari tua. Iya kalau keluarga dan anak-anaknya hidup berkecukupan. Jika tidak, maka akan menjadi masalah atau beban buat orang lain.


Mengapa hal itu terjadi?

Jawabnya sederhana. Karena banyak pekerja di Indonesia belum "pension minded". Masa pensiun dianggap "gimana nanti" bukan "nanti gimana". Sehingga yang terjadi, tidak banyak pekerja yang sudah mempersiapkan masa pensiun melalui tabungan program pensiun yang direncanakan sejak dini. Banyak pekerja "tidak peduli" terhadap masa pensiun.

Mungkin, di mata mereka, bekerja dianggap sebagai rutinitas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sekaligus membayar hutang lalu "mengikuti nafsu" gaya hidup. Sementara ketersediaan dana di masa pensiun, tidak perlu dipikirkan. Nanti saja jika sudah mendekati usia pensiun. Terus mau hidup dan bergaya hidup seperti apa ketika tidak bekerja lagi, ketika masa pensiun tiba? Sungguh, pertanyaan yang mudah disadari. Tapi sulit untuk dijawab.

Bekerja bukanlah sekadar untuk memperoleh gaji. Tapi bekerja, harus mampu "menunda" kenikmatan masa mini untuk dinikmati di masa nanti, di masa pensiun. Untuk, merencanakan masa pensiun dan hari tua sangat penting dikampanyekan terus-menerus.

Sayangnya, hingga kini masih banyak perusahaan atau pekerja yang belum mau menyisihkan "sebagian" dana yang dimilikinya untuk program pensiun?

Adalah tanggung jawab moral semua pihak, baik perusahaan atau pekerja untuk memulai perencanaan masa pensiun. Agar kehidupan di hari tua punya ketercukupan dana untul membiayai masa pensiun. Agar tidak menjadi "beban" bagi keluarga atau orang lain. Sederhananya, jangan sampai saat bekerja kita "cukup atau mewah" tapi saat tidak bekerja kita "miskin".

Berangkat dari realitas itulah, DPLK Generali Indonesia menyelenggarakan "Seminar DPLK" sebagai edukasi akan pentingnya program pensiun di Batam, Selasa 12 Desember 2017. Dihadiri sekitar 35 perusahaan, antusiasme peseta terlihat dalam ramainya sesi tanya jawab. Di samping memberikan pemahaman akan pentingnya perencanaan hari tua, acara ini pun didedikasikan DPLK Generali sebagai edukasi literasi keuangan dana pensiun kepada masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun