Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 49 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mempersoalkan Kompetensi Guru

28 November 2017   14:23 Diperbarui: 28 November 2017   14:29 1123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Guru adalah elemen penting dalam pendidikan.

Akan seperti apa dan bagaimana bangsa Indonesia di masa depan, sangat bergantung pada kualitas guru. Saking pentingnya peran dan tanggung jawab guru, UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen menyebutkan guru sebagai agen pembelajaran (learning agent) yang harus menjadi fasilitator, motivator, pemacu, perekayasa pembelajaran, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik.

Konsekuensi logisnya, anggaran pendidikan tahun 2017 alokasinya 20% dari total APBN. Nilainya mencapai Rp. 419 triliun. Walau agak ironis, karena sebagian besar anggaran pendidikan tersebut digunakan untuk gaji dan tunjangan guru. Maka wajar, rata-rata tingkat penghasilan guru mengalami lonjakan tiga kali lipat. Sementara alokasi untuk pembangunan maupun renovasi sekolah masih sangat kecil.

Ironisnya lagi, data UNESCO dalam Global Education Monitoring (GEM) Report 2016,pendidikan di Indonesia hanya menempati peringkat ke-10 dari 14 negara berkembang. Sedangkan komponen penting dalam pendidikan yaitu guru menempati urutan ke-14 dari 14 negara berkembang di dunia.

Kualitas pendidikan di Indonesia masih jauh dari memadai. Besarnya anggaran pendidikan pun tidak serta merta menjadikan kualitas pendidikan meningkat. Mengapa? Karena kualitas guru masih bermasalah. Suka tidak suka, hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) tahun 2015, rata-rata nasional hanya 44,5 berada jauh di bawah nilai standar 75.  Bahkan kompetensi pedagodik, yang menjadi kompetensi utama guru pun belum menggembirakan. Masih banyak guru yang cara mengajarnya kurang baik, cara mengajar di kelas membosankan. Inilah momentum yang tepat untuk mengkritisi soal kompetensi guru.

Kompetensi Guru

Patut disepakati, persoalan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia tentu tidak bisa dijawab dengan cara mengubah kurikulum. Atau bahkan mengganti menteri atau dirjen. Kualitas pendidikan hanya bisa dijawab oleh kualitas guru. Guru yang professional, guru yang berkualitas adalah jaminannya. Tanpa perbaikan kualitas guru maka kualitas pendidikan akan tetap "jauh panggang dari api", akan tidak memadai.

Bayangkan saja, dari 3,9 juta guru yang ada saat ini, masih terdapat 25% guru yang belum memenuhi syarat kualifikasi akademik dan 52% guru belum memiliki sertifikat profesi. Di sisi lain, seorang guru dalam menjalankan tugasnya harus memiliki standar kompetensi yang mencakup: kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.

Kita masih ingat, penerapan sekolah 5 hari yang menimbulkan polemik. Bahkan penerapan Kurikulum 2013 yang "terpaksa" dibatalkan akibat guru yang belum paham betul. Banyak guru yang bingung sehingga pembelajaran tidak berjalan optimal. Maka upaya meningkatkan kompetensi guru sebagai pelaksana kurikulum di kelas sangatlah penting. Karena sebaik apapun kurikulum yang ada, tidak akan bisa berjalan dengan baik tanpa didukung guru yang berkualitas.

Persoalan guru memang tidak sederhana. Walau jangan pula dinyatakan terlalu kompleks. Membahas kompetensi guru, prinsip dasarnya adalah memetakan faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya kompetensi guru.

Dalam konteks ini, setidaknya dapat diduga ada empat penyebab rendahnya kompetensi guru:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun