Zaman makin maju belum tentu makin baik. Orang makin kaya belum tentu makin peduli. Teknologi makin hebat belum tentu pengetahuan makin dahsyat.
Katanya era digital, era milenial. Tapi gak sedikit orang malah makin malas membaca, makin malas menulis. Wajar, sekarang ini "budaya literasi" terus digalakkan, dikampanyekan.
Mengapa budaya literasi?
Sekarang ini, orang Indonesia telah menghabiskan 5,5 jam sehari untuk bermain gawai atau gadget. Sementara kegiatan membaca, bisa jadi tidak sampai 1 jam sehari. Lha kan bacanya di gawai, begitu dalihnya.
Budaya baca-tulis, itulah budaya literasi. Kebiasaan atau gaya hidup yang lebih banyak membaca, bisa menulis. Adalah fakta budaya literasi hari ini terus dihimpit oleh budaya milenial, budaya serba instan. Sehingga membuat banyak orang malas membaca. Mendingan dibacain karena sudah gak punya waktu lagi...
Lalu akan ke mana anak-anak kita dididik?
Sungguh, hanya budaya literasi yang dapat menyelamatkan anak-anak kita. Maka budaya literasi, budaya baca-tulis harus dikedepankan. Jangan biarkan dunia maya, dinia gawai "mengendalikan" hidup anak-anak kita di masa depan. Bahaya dan sangat bahaya.
Berangkat dari keadaan itu, TBM (Taman Bacaan Masyarakat) Lentera Pustaka yang berlokasi di Desa Sukaluyu Kaki Gunung Salak Bogor sangat peduli untuk membangun budaya literasi di masyarakat, di lingkungan, di keluarga bahkan di sekolah. Siapa lagi yang harus peduli terhadap budaya baca-tulis jika bukan kita?
Untuk membangun budaya literasi, setidaknya, ada 7 (tujuh) resep yang harus ditempuh. Demi tumbuhnya budaya membaca dan menulis dalam diri seseorang:
1. Paham akan pentingnya membaca (karena dapat menambah kosakata, wawasan, kesabaran, karakter) sebagai landasan untuk menulis.