Ahh, ini cuma cerita tentang sebuah negeri yang gemar heboh.
Kisah tentang orang-orang di negeri itu yang senang menuntut versus yang dituntut. Celoteh yang gak pernah berakhir. Lalu, saling mengibarkan "bendera". Kalo kata anak kecil, "ini bendera gue" lantas "mana bendera elo" ...
Koalisi politik, emang susah ditebak. Sangat misterius.
Kalo pilihannya menang, dibela mati-matian biar salah. Pilihan dan otak kalo udah "berkoalisi" emang serem. Ibarat "kue", koalisi politik hanya membolehkan pemilik "potongan kue besar". Alias pilihan yang menang, seolah hanya dia yang boleh berbicara. Sementara yang dapat bagian "kue kecil" kalo perlu disuruh pergi ke laut ... Itulah koalisi politik; hitam kelam dan membabi buta.
Koalisi politik; orang yang kalah harus salah, orang yang menang harus benar.
Tentu beda dengan koalisi budaya literasi. Koalisi yang gak suka heboh. Karena memang gak banyak orang yang paham koalisi budaya literasi, budaya yang memadukan baca dan tulis; membaca dan menulis. Mungkin gak ada yang berani masuk "partai" koalisi budaya literasi. Karena tuntutannya berat, harus rajin membaca dan rajin menulis.
Apalagi buat orang-orang koalisi politik. Boro-boro menulis, mereka ituu membaca juga jarang kali. Jadi amat wajar, kalo hanya bisa berceloteh alias ngedumel. Konteks udah gak penting, asal bisa bela mati-matian "koalisi politik" pilihanya. Paham dong maksudnya ...??
Koalisi budaya literasi, zaman begini emang penting banget diangkat kembali.
Karena koalisi budaya literasi sangat-sangat dibutuhkan untuk menyatukan kepingan potensi yang terserak dalam diri setiap orang, apalagi anak-anak. Kebiasaan membaca dan menulis, mutlak harus dihidupkan. Namanya juga koalisi budaya literasi; berarti harus mampu membiasakan membaca dan menulis sebagai gaya hidup, sebagai kegiatan harian.
Koalisi budaya literasi itu basis-nya ada di buku; buku yang memberi nutrisi ilmu dan pengetahuan otak.