Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 49 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

OTT KPK dan Pentingnya Bersyukur

18 September 2017   21:38 Diperbarui: 18 September 2017   21:39 584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anugerah Allah yang tak terbatas itu BUMI. Uang, harta, jabatan itu cuma selembar DAUN.

Jadi, mana mungkin selembar "daun yang kecil" bisa menutupi "bumi yang luas" ini. Karena faktanya, daun menutupi telapak tangan saja sulit. TAPI kalo DAUN yang kecil menempel di pelupuk MATA kita, maka tertutuplah BUMI. Gelap dan gak bisa terlihat lagi jalan yang terang.

Sungguh, selalu ada alasan kuat untuk bersyukur.

Buat kita, buat tiap orang. Apapun keadaannya. Katanya hidup di dunia cuma sementara, terus mau ngapain lagi? Apa lagi sih yang mau dikejar? Sungguh, dunia gak akan pernah ada cukupnya. Tanya deh pada diri sendiri, apa sih yang dicari dalam hidup ini?

Jangan tutupi BUMI yang luas dengan DAUN yang kecil.

Gak seimbang, bumi dibanding daun. Gak bersyukur. Terlalu mudah melupakan anugerah Allah. Terlalu gampang gak puas atas apa yang dimiliki. Banyak orang sekarang, menempatkan diri sebagai "korban". Marasa menderita, merasa ada yang kurang. Merasa kurang, kurang lagi dan kurang terus. Sehingga "jalan hidupnya" pengen disetir sendiri. Sampe lupa kalo ada Allah.

Maka, DAUN yang kecil pun menutupi BUMI yang luas.

Tiap hari berkeluh-kesah. Tiap hari menebar kebencian pada orang lain, pada pemimpin. Tiap hari mengais-ngais kejelekan orang. Tiap hari galau, bete sampe seolah gak ada lagi harapan untuk kebaikan. Bermental "korban", berjiwa menderita. Ahhh, itu semua perasaan kamu aja kok. Gak seberapa jika dibanding Nabi Ayyub.

Nabi Ayyub itu sepanjang hidupnya penuh cobaan. Mulai dari dilenyapkan kekayaannya, kehilangan anak-anaknya, diberi penyakit berkepanjangan, hingga ditinggalkan istri tercintanya. Tapi hebatnya, ia tetap sabar dan bersyukur. Tentu, kita bukan disuruh jadi kayak dia, tapi bisa belajar dari dia. Emang, kita ini seberapa sengsara sih hidup di dunia ?

Kita kadang suka lupa.

Orang di gunung itu merindukan pantai. Sebaliknya, orang pantai itu kangen sama gunung. Orang desa bilang enak hidup di kota. Orang kota pengen tinggal di desa. Gak sedikit rakyat yang pengen jadi pemimpin. Tapi banyak pemimpin capek dan pengen jadi rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun