Bilangnya praktisi, akademisi, politisi. Tapi tiap ngomong "sibuk" nyari salahnya orang, sibuk ngejelek-jelekin orang lain. Mengumbar aib orang lain yang bukan kelompoknya. Publik tambah bingung, makin gaduh. Begitulah manusia ambigu.
MANUSIA AMBIGU itu suatu waktu "menuntut" kenyamanan buat dirinya. Tapi waktu yang lain, dia "merusak" kenyamanan orang lain. Suatu waktu dia minta orang lain untuk "move on". Tapi di waktu yang lain, dia sendiri gak "move on -- move on". Di situ-situ aja masalahnya.
ENTAH, MAU SAMPAI KAPAN? DAN BERAPA LAMA LAGI?
ORANG-ORANG ITU TERTAWA LEPAS DI SIANG HARI. TAPI SELALU MENANGIS DI MALAM HARI. SENENG SAMA YANG RAME DI SIANG HARI, MALAM BERASA SEPI.
Terus, emang kenapa? Gak boleh apa ambigu?
Iya gak apa-apa juga keless. Boleh-boleh saja. Gak masalah. Otak-otak kita, pikiran-pikiran kita. Apa sih yang gak boleh. Semuanya boleh dong ...
Cuma ya harus hati-hati aja. AMBIGU itu gak boleh berkepanjangan, jangan terus-terusan. Takut kebablasan aja. Katanya, di atas langit masih ada langit ...
Dulu lagi baru kerja, pengen punya ini pengen punya itu. Dan terbukti, sekarang udah punya semua; punya kendaraan, punya uang. Ehh, giliran ditanya tentang hidup, jawabnya "tidak bahagia". Kok bisa sih? AMBIGU banget sampe lupa bersyukur.
MANUSIA AMBIGU. Dia yang bilang "ada siang ada malam". "Ada duka ada suka". Ada sedih ada gembir. Ehh, pas giliran lagi kena duka dan sedih, bawaannya ngeluh melulu. Lalu bilang, Tuhan tidak berpihak pada dia. Tapi giliran lagi senang, euforia-nya luar biasa sampe lupa saat lagi sedih.
Eling lan waspada. Jangan sampe AMBIGU melulu.
Agar keadaan hari ini tidak lebih buruk dari yang kemarin. Agar sekitar kita lebih realistis daripada kamuflastis. Kalo memang "hitam' ya bilang "hitam". Tapi kalo "putih" ya bilang "putih". Istiqomah aja, konsisten.