Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Di Mana Bumi Dipijak, di Situ Langit Dijunjung

25 Mei 2017   20:41 Diperbarui: 25 Mei 2017   23:11 27310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

DI MANA BUMI DIPIJAK DI SITU LANGIT DIJUNJUNG ?

Itu cuma peribahasa. Kalo kata orang tua dulu atawa guru bahasa, artinya “kita harushormati adat istiadat di tempat tinggal kita”. Tapi bagi saya, gak hanya itu. Lebih dari itu, saya mengartikannya “di manapun saya berada, di mana saya punya tempat tinggal di situlah tempat terbaik saya. Maka saya terima penuh rasa syukur” …

Dan seperti sudah jalannya. Sejak kuliah dulu, saya aktif mengajar di Yayasan Suprapto Suparno Kp. Makassar. Tiap malam minggu bersama teman-teman aktivis ada di situ, 4 tahunan punya program cuma ngajarin ratusan anak-anak yatim tiap malam minggu. Hingga kerja di SetNeg RI pun, seusai kuliah, bersama teman-teman ngumpulin 2,5% dari gaji tuk disedekahkan ke anak-anak yatim di Gunung Salak, ketika masih jadi tempat main di masa kuliah.

Seperti sudah jalannya lagi, jodoh saya yang kini jadi istri pun “dipertemukan” kali pertama tahun 1995 saat santunan anak-anak yatim piatu di Gunung Salak Bogor. Gak perlu saya cerita begimana bisa jadi istri. Tapi yang jelas, saya punya rumah di Gunung Salak itu salah satu alasannya karena jadi “tempat bersejarah” saya dan istri. Selain karena pemandangan alam, cuaca, dan suasana yang sederhana lagi adem.  

Di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung.

Emang udah jalannya lagi. Sejak menikah Oktober 1996 pun, saya dan istri tinggal di “gubuk kami berdua” di Kreo. Dan di situ saya memulai untuk menjalankan pengajian yatim piatu binaan. Mulai dari 1 anak yatim, bergonta-ganti karena sudah lulus SMA dan menikah. Dan kini di rumah saya di Kreo ada 10 anak yatim binaan yang setiap bulan rutin mengaji bersama di rumah. Ini tempat tinggal pertama saya.

Alhamdulillah. Sejak tahun 2008, saya pun mulai menjalankan pengajian anak yatim binaan di Warung Loa Gunung Salak Bogor. Rumah kedua yang saya miliki di tahun 2002, rumah masa pensiun saya. Sampai sekarang saya masih bergaul dengan 10 anak-anak yatim binaan saya yang ada di sini. Anak-anak yang “ditinggal” orang tua, yang meninggal akibat kemiskinan. Buat saya, siapapun meninggal dunia memang takdir Allah. Tapi jika sakit dan tidak mampu berobat, maka ikhtiar medis tidak bisa dilakukan. Itulah kemiskinan.

Memang, perjalanan hidup memang gak ada yang instan. Semua butuh proses, sambil tetap kerja keras.

Alhamdulillah lagi, sejak 2010, saya “berani memutuskan” untuk membeli rumah ke-4 di Harvest City (kalo yang ke-3 di Apartement Gateway Petukangan, gak menarik diceritain). Emang sudah jalannya lagi kali, di sini pun tiba-tiba satpam datang dan memberi tahu ada saudaranya meninggal sehingga anaknya jadi yatim. Saya respon untuk ya udah silakan ke rumah saya tiap bulan untuk ngaji. Dari sini saya mulai adanya pengajian yatim binaan di Harvest City Cileungsi. Hingga kini, ada 12 anak dan 5 janda yang selalu ikut pengajian bulanan secara rutin. Alhamdulillah berjalan lancer bahkan berkah. Karena di kurun waktu ini, saya bisa nambah beli rumah cash di Klaster Orchid Harvest City (rumah ke-5) dan di Grand Sentul (rumah ke-6). Berkah itu makin bertambah, hingga bisa nyicil rumah lagi di Puri Lakshita Bojong Gede (ke-7) hingga sekarang. Barakallah …

Belum lama ini, saya pun memutuskan membangun kontrakan di Wanaherang Gunung Putri. Lagi-lagi, emang udah jalannya. Orang kampung situ “mempertemukan” saya dengan 5 nenek jompo yang “jauh dari perhatian”. Saya pun memutuskan menjadikan mereka sebagai jompo binaan. Dan sudah berjalan 2 bulan ini, 5 jompo itu tiap bulan mengaji bersama saya di kontrakan saya.

Apa yang ingin saya katakan melalui tulisan ini.

Mohon maaf sekali, ini bukan riya. Karena saya tidak mencantumkan “berapa nilai rupiah” yang harus disedekahkan pada setiap pengajian bulanan. Toh, itu pun saya sering dapat bantuan dari teman-teman saya yang ingin bersedekah, baik rutin maupun tidak rutin. Gak masalah, selagi untuk kebaikan dan kemaslahatan orang yang membutuhkan. KERJAKANLAH, insya Allah berkah. Karena buat saya, sekarang ini bukan banyak orang gak punya rezeki atawa uang. Tapi mungkin mereka “gak sempat dan gak punya akses” untuk menyentuh orang-orang yang membutuhkan.

Saya HANYA ingin katakan sederhana.

TIDAK ADA REZEKI YANG BERKAH DAN BERTAMBAH tanpa DIIMBANGI dengan KEBAIKAN yang ISTIQOMAH. IKHTIAR yang TERUS-MENERUS, bukan hit and run …  Dan ingat, kita tidak sedang bicara rezeki yang halal atawa haram. Karena rezeki haram tidak mungkin maslahat, tidak mungkin berkah. HALAL itu FUNDAMENTAL … Tak perlu didiskusikan, seperti sekarang banyakk orang gemar “memperdebatkan” agama. AGAMA ITU FUNDAMENTAL … AMALIYAH yang perlu dipertanyakan?

Di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung.

Setiap bulan kini, saya dan keluarga secara rutin “HIJRAH” dari satu rumah ke rumah lain untuk melakukan pengajian bulanan bersama 32 anak-anak yatim, 5 janda, dan 5 jompo di 4 tempat rumah saya berada. Tidak mudah, tidak pula sulit. Namun dengan kekuatan Allah SW, Alhamdulillah itu semua tetap berjalan hingga kini. Insya Allah berkah … Saya hanya ikhtiar dan berdoa agar tetap diberi kesehatan dan rezeki. Agar semua tetap dapat berjalan seperti biasa, seperti “pengharapan” mereka …

Di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung.

Menjadi penting untuk saya tuliskan sekarang. Karena itu berarti “di manapun kita berada, di mana pun kita punya tempat tinggal di situlah tempat terbaik kita. Maka kita harus terima penuh rasa syukur” …

TEMPAT TERBAIK KITA. RASA SYUKUR KITA.

Sungguh sama sekali, bukan di restoran dan pusat kulineran. Bukan pula di tempat-tempat gaya hidup berharga mahal, bukan di tempat tongkrongan berkelas. Karena di situ, “terpendam” isak tangis dan dada sesak para anak-anak yatim, para janda, dan jompo yang miskin. KENDALIKANLAH, KERJAKANLAH yang BAIK buat orang lain, buat mereka yang membutuhkan …. Nyata atau tersembunyi, silakan. Asalh ikhlas dan istiqomah, gak hanya hit and run …

Karena ….

“Ketika seseorang MENINGGAL maka terputuslah amalnya. Kecuali tiga hal; 1) shadaqah jariyah, 2) ilmu yang manfaat, dan 3) anak shalih yang mendoakan orang tuanya” (HR. Muslim). Berlomba-lombalah untuk itu, bukan berlomba-lomba dalam mempertontonkkan keluh-kesah. Apalagi mempertontonkan kesalahan orang lain …

Ketahuilah sahabat,

Sebaik-Baik Manusia Adalah Yang Paling Bermanfaat Bagi Orang Lain …

Wallahu a’lam bishowwab … #DimanaBumiDipijak #DisituLangiitDijunjung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun